Rabu, 16 April 2014

HISTORIOGRAFI MASA KOLONIAL

HISTORIOGRAFI KOLONIAL
Oleh : Oga Umar Dhani

A.        Latar Belakang Historiografi Kolonial

Sejarah Indonesia dibangun dari fakta-fakta yang ada dan direkonstruksi oleh para sejarawan Indonesia dan sejarawan asing. Proses rekonstruksi sejarah sendiri memiliki perbedaan dari segi metodenya, keobyektifitasnnya, motivasinya, dan sebagainya. Historiografi Indonesia dari masa lalu telah mengalami perkembangan. Bermula dari historiografi tradisional, historiografi kolonial, historiografi revolusi dan yang terakhir berkembang adalah historiografi modern.
Setiap perkembangan historiografi memiliki karakteristik, metode, dan motivasi penulisan yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Situasi dan kondisi politik sangat berpengaruh pada penulisan sejarah salah satu contohnya :
       Pada masa Tradisional penulisan Sejarah cendrung melegitimasi kedudukan seorang raja dan keluarganya yang berasal dari seorang raja yang besar. Pada masa Kolonial penulisan Sejarah sebagai bahan laporan perjalanannya di tanah jajahan, jadi yang dituliskan hanyalah orang-orang barat di tanah jajahan dan mengagungkan sukuisme dengan merendahkan tanah jajahan. Dan pada masa Revolusi penulisan Sejarah tentang tokoh-tokoh nasional yang dengan gigih berusaha mengusir penjajah dari tanah air lebih di utamakan. Dari ketiga contoh tersebut maka dapat di analisis yaitu Setiap masa memiliki kelemahan serta kelebihan sendiri-sendiri.

B.         Pengertian Historiografi
Historigrafi terbentuk dari dua suku kata yaitu history dan grafi.  Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Sedangkan secara harafiah historiografi dapat diartikan sebagai uraian atau tulisan tentang hasil penelitian mengenai gejala alam. Namun dalam perkembangannya historiografi juga mengalami perubahan. Hal ini disebabkan para sejarawan mengacu pada pengertian historia, sebagai suatu usaha mengenai penelitian ilmiah yang cenderung menjurus pada tindakan manusia di masa lampau.
Dari penjelasan tersebut dapat dipetik suatu kesimpulan historiografi merupakan tingkatan kemampuan seni yang menekankan pentingnya ketrampilan, tradisi akademis, ingatan subyektif (imajinasi) dan pandangan arah yang semuanya memberikan warna pada hasil penulisannya. Dengan demikian berarti bahwa historiografi sebagai suatu hasil karya sejarawan yang menulis tulisan sejarah.

C.         Historiografi Kolonial pada masa Hindia Belanda
Historiografi Kolonial adalah karya  sejarah (tulisan sejarah) yang ditulis  pada masa pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia, yaitu sejak zaman VOC (1600) sampai masa Pemeritahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di Indonesia (1942). Perlu ditambahkan, pemerintahan Hindia Belanda yang dikendalikan oleh para Gubernur Jenderal melalui para ahli begitu aktif menulis karya sejarah. Atau dengan kata lain, historiografi kolonial adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh para sejarawan kolonial ketika pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia. Contoh karya historiografi kolonial yang paling popular adalah sebuah buku yang ditulis oleh Raffles dengan judul History Of Java. Karya lainnya adalah karya-karya yang ditulis H.J. de Graaf dengan judul Geschiedenis van Indonesia (Sejarah Indonesia). Karya B.H.M. Vleke dengan judul Geschiedenis van den Indischen Archipel (Sejarah Nusantara). Karya G. Gonggrijp dengan judul Schets ener aconomische Geschiedenis van Nederlands-Indie (Sejarah Ekonomi Hindia Belanda).
Inti cerita sejarah dari Historiografi Kolonial adalah bangsa Belanda, oleh sebab hanya Belandalah yang dipandang penting di Hindia Belanda. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia (Indonesia) yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai “pemilik” memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai bangsa yang termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumi putera” atau orang negeri. Kita tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi hanya sebagai sejenis manusia yang berguna bagi Belanda.
Perhatikan  penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang ditulis oleh orang Belanda Dr. C. Snouck Hurgronje dalam buku The Achehnese dalam Historiografi Kolonial yang sangat menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda.   
“Sebagai satu-satunya negara yang kehadirannya di Sumatera sudah mantap dan berhasil menempatkan wilayah-wilayah lainnya di pulau itu di bawah kekuasaan ataupun pengawasnya, maka Negeri Belanda selama dasawarsa kedua dari abad ke - 19, telah terpaksa untuk mengambil langkah- langkah guna menjamin keselamatan pedagang asing di Aceh. Dalam 1824 Pemerintah Belanda tanpa mempertimbangkan akibat-akibatnya mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya di mana ia menjamin keamanan perdagangan dan pelayaran di Aceh — dengan penduduknya yang fanatic dan penuh tipu muslihat, perusuh dan suka perang yang tidak dikenal di kalangan ras-ras lainnya di Nusantara ini di samping mereka sendiri terus menerus saling memerangi — dan ditambah dengan satu syarat lagi (yang menyebabkan perjanjian itu tak mungkin dilaksanakan) bahwa ia akan menghormati kemerdekaan negeri itu.”
                      
Penulisan sejarah Hindia Belanda yang tertua dapat disebut pada buku-buku harian kapal yang pada zaman keemasan dicetak dalam jumlah yang besar dan banyak dibaca. Kini buku-buku tersebut diterbitkan kembali dengan lengkap oleh Van Linschoten Vereeniging. Suatu kisah umum yang pertama tentang kegiatan-kegiatan VOC pada masa permulaan terdapat dalam buku Begin ende voortganck van de vereenigde Nederlandsche Geoctroyeerde Oost-Indische Compagnie. Walaupun pelajar-pelajar ke Hindia (Oostinjevaarders) tidak datang untuk belajar melainkan untuk berdagang, sebagian besar dari mereka tidak bisa menghindarkan diri dari mencatat beberapa keterangan tentang berbagai hal yang aneh yang mereka lihat dan dengar. Sangatlah menarik perhatian betapa ekstensifnya surat-surat resmi kompeni dan penuh dengan keterangan-keterangan etnografis dan historis. Tetapi sayang sekali dokumen ini kebanyakan berada dalam arsip. Hanya beberapa dokumen saja yang dikeluarkan dalam zaman Campagnie itu juga seperti buku Van Goen tentang pulau Jawa. Buku yang pertama dalam jenisnya ini justru menceritakan pegawai kompeni yang sejati, penuh perhatian pada masyarakat pribumi yang menakjubkan.

D.        Karakteristik  Historiografi Kolonial pada masa Hindia Belanda
Secara umum ada tujuan tertentu mengapa orang belanda menulis sejarah, khususnya di Indonesia. Tujuan itu diantaranya yaitu tujuan politis dan tujuan ilmu pengetahuan. Tujuan politis yaitu Belanda mencoba meremehkan peranan orang pribumi kepada bangsa Indonesia dan yang ditonjolkan adalah tokoh-tokoh dari Belanda sendiri. Sedangkan tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui seluk beluk daerah jajahan dan memahami karakter orang-orang di daerah jajahan.
Pembuatan historiografi ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan pada pemerintah kerajaan Belanda, sebagai bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial. Oleh karena itu motivasinya adalah sebagai bahan laporan maka yang ditulisnya pun adalah sejarah dan perkembangan orang-orang asing di daerah kolonial khususnya Indonesia. Sangat sedikit hasil historiografi kolonial yang menceritakan tentang kondisi rakyat jajahan.
Historiografi kolonial dengan sendirinya menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberi tekanan pada aspek politis, ekonomis dan institusional. Hal ini merupakan perkembangan secara logis dari situasi kolonial dimana penulisan sejarah terutama mewujudkan sejarah dari golongan yang dominan beserta lembaga-lembaganya. Interpretasi dari jaman kolonial cenderung untuk membuat mitologisasi dari dominasi itu, dengan menyebut perang-perang kolonial sebagai usaha pasifikasi daerah-daerah, yang sesungguhnya mengadakan perlawanan untuk survival masyarakat serta kebudayaannya.
Ciri dari historiografi kolonial masa Hindia Belanda adalah memiliki sifat Eropa Sentris atau yang lebih fokusnya adalah Belanda Sentris. Boleh dikatakan bahwa sifat ini memusatkan perhatiannya kepada sejarah bangsa Belanda dalam perantauannya, baik dalam pelayarannya maupun permukimannya di benua lain. Jadi yang primer ialah riwayat perantauan atau kolonisasi bangsa Belanda, sedangkan peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonesia sendiri menjadi sekunder. Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia). Pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia. Fokus pembicaraannya adalah bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries atau Belanda sentris. Uraian utama yang dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.

E.         Kelebihan dan Kelemahan Historiografi Kolonial
1.    Kelebihan Historiografi Kolonial
Tidak disangkal bahwa historiografi masa kolonial turut memperkuat proses naturalisasi historiografi Indonesia. Terlepas dari subyektifitas yang melekat, sejarawan kolonial berorientasikan fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Kekayaan akan fakta-fakta sungguh mencolok. Pembicaraan mengenai perkembangan historiografi Indonesia tidak dapat mengabaikan literatur historiografis yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial.

2.    Kelemahan Historiografi Kolonial
a.      Subyektifitas Tinggi Terhadap Belanda
Subyektifitas begitu melekat pada historiografi masa kolonial. Sejarawan kolonial pada umumnya deskripsinya berorientasikan pada kejadian-kejadian yang menyangkut orang-orang Belanda, misalnya dalam sejarah VOC. Banyak kupasan-kupasan yang menekankan ciri yang menonjol yaitu Nederlandosentrime pada khususnya dan Eropasentrisme pada umumnya.
Apabila kita mengingat banyaknya perlawanan selama abad 19, baik yang berupa perang bersekala besar (Perang Padri, Perang Diponegoro, dan Perang Aceh) maupun yang bersekala kecil yang dilakukan oleh rakyat disebut rusuh atau brandalan. Seperti pemberontakan di Cilegon, Gedangan, Jambi, Cimareme. Sejarah perang kolonial terutama menguraikan berbagai operasi militer secara mendetail, sedangkan bangsa Indonesia hanya disebut sebagai obyek dari aksi militer itu.

b.    Kekurangan Kualitatif dari Sejarawan-Sejarawan Kolonial
Kebanyakan buku tentang sejarah kolonial mempunyai hal-hal yang kaku dan dibuat-buat. Buku-buku yang seluruhnya ditulis dari ruang studi di Belanda dan hampir seluruhnya membahas Gubernemen dan pejabat-pejabatnya dan orang-orang pribumi yang kebetulan dijumpai. Hanya sedikit dibicarakan tentang rakyat yang berfikir, yang merasa dan bertindak dan hampir tidak seorang pun yang berusaha meneliti syair-syair, hikayat, babad, dan sejarah. Apa yang menjadi pertimbangan dan pendapat mereka karena kebanyakan sejarawan Campagnie hampir tidak menceritakan akan adanya tulisan-tulisan pribumi atau menilainya terlalu rendah. Mereka malu akan bahan-bahannya baik orang Eropa maupun orang pribumi dikritik. Bahwa keadaannya jauh lebih baik dan hal ini membenarkan kehadiran orang-orang Eropa sekarang.
c.    Kekurangan Kuantitatif
Setelah masa kompeni relatif sedikit karya-karya yang diterbitkan yang disebabkan oleh sistem kerahasian yang fatal dan yang berlaku pada masa itu dan pergawasan yang menurun terhadap jajahan pada abad ke-18. Berdasarkan jumlah bahan arsip yang banyak, hanya sedikit saja yang merupakan sumber terbuka. Cukup besar keuntungan kita apabila mempunyai penerbit dari Generalie Missiven atau laporan-laporan kolonial yang dititipkan setiap tahun, satu atau beberapa exemplar pada kapal-kapal yang berlayar pulang. Tidak hanya mengenai sejarah Hindia Belanda melainkan juga tentang sejarah Asia dan Afrika. Kita saat ini hanya memiliki suatu penerbitan yang sangat tidak lengkap dari missiven yang dikumpulkan oleh ahli arsip kerajaan, de Jonge memiliki hubungan Indonesia. Penerbit ini dicetak atas kertas yang buruk sekali, sehingga penerbit ini tidak akan bertahan lama hal ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang di hadapi seorang sejarahwan kompeni. Jumlah buku tentang sejarah Indonesia sangatlah minim.

Jadi dapat disimpulkan Historiografi Kolonial merupakan penulisan sejarah yang ditulis oleh orang Belanda dan penulisannya lebih kepada Eropasentris dan Nedelanosentris. Ciri dari historiografi kolonial ini adalah tentang sejarah dan perkembangan kolonisasi Belanda pada daerah jajahan (Indonesia). Pada masa penjajahan penulisan sejarah diperlukan oleh Belanda untuk dijadikan sebagai tujuan politis dan juga sebagai tujuan ilmu pengetahuan. Dan harus disadari juga dengan adanya penulisan sejarah pada masa Kolonial dapat dijadikan sumber untuk penulisan sejarah bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan. Karena yang merekam semua peristiwa sejarah pada masa itu adalah orang-orang Belanda yang ada di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta.  Yayasan Bentang Budaya
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Snouck Horgronje. Tejemahan. 1985. Aceh dimata Kolonialis. Jakarta : Yayasan Soko Guru.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar