Sabtu, 01 Februari 2014

ADAT KEMATIAN DI KABUPATEN NAGAN RAYA (ACEH)


KATA PENGANTAR

            Syukur Allhamdulillah,  puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,  yang mana dengan kerunianya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Adat Kematian di Kabupaten Nagan Raya (Aceh). Dimana dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bacaan yang bisa menambah wawasan tentang adat dan kebudayaan di Kabupaten Nagan Raya khususnya tentang bagaiman adat kematian terhadap umat muslim di Nagan Raya.
            penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang gunanya demi memperbaiki dimasa yang akan datang.

Banda Aceh, 02 Januari 2014
                                                                                         
                                                                                         Penulis











BAB I
PENDAHULUAN

Aceh adalah propinsi yang terdiri dari beberapa kabupaten kota dengan adat dan budaya yang berbeda namun ada juga yang sama, hal ini dikarenakan masyarakat Aceh pada umumnya merupakan penganut Islam yang taat yang tentunnya dalam pelaksanaan adat maupun budaya tidak terlepas dari norma-norma dalam Islam. Seperti hadih maja lama Aceh yang berbunyi adat dengen agama lagee zat dengen sifeut (adat dan agama Islam seperti zat dan sifat, tidak dapat dipisahkan lagi). Walaupun zaman dan kekuasaan berganti namun kebaikan adat dan reusam yang telah teruji evektivitasnya dalam kehidupan masyarakat Aceh tidak tidak mungkin terganti walaupun mengalami perubahan seiring berkembangnya zaman. Sebut saja adat dan reusam seperti Khanduri Udep dan khanduri mate. Khanduri udep seperti pesta perkawinan, khanduri blang, khanduri laot.  Sedangkan khanduri mate meliputi khanduri seunujoeh dan sterusnya.
Namun dalam kajian makalah ini hanya berpusat pada adat dan reusam pada khanduri mate atau adat kematian terhadap umat muslim yang ada di kabupaten Nagan Raya. Seperti halnya kebiasaan umat islam ketika salah seorang muslim meninggal dari pihak keluarga akan melakukan beberapa kebiasaan seperti pemberitahuan tentang kematian, persiapan jenazah (memandikan, mengafankan, menshalatkan dan menguburkan), takziah, dan khanduri orang mati termasuk khanduri pula bate (menanam batu kuburan atau batu nisan). Dalam pelaksanaannya masyarakat melaksanakannya menurut tradisi atau adat yang berlaku di  daerahnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Adat Kematian di Nagan Raya
            Sesuai dengan ajaran agama silam masyarakat Aceh meyakini bahwa mati adalah suatu keniscayaan bagi setiap makhluk hidup. Setiap manusia yang diciptakan di dunia pasti akan dipanggil kembali oleh tuhan untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan selama hidup di dunia. Karena itu setiap mendengar orang meninggal dunia, orang akan menyebutkan Innalillahi wa innalillahi rajiun yang artinya milik Allah akan kembali kepada Allah. Setelah mati,  juga dipercayai bahwa suatu ketika orang itu akan dihidupkan kembali di alam baqa sampai tibanya hari akhirat, dimana setiap manusia akan di adili. Atas dasar inilah maka peristiwa kamatian dipandang oleh masyarakat sebagai suatu yang sangat penting. Oleh karena itu sesuai dengan keyakinan dan kebiasaan masyarakat apabila ada orang yang meninggal  maka mayatnya harus dimandikan, dikafankan, dan di kuburkan. Selain itu ada juga khanduri, seperti takziah, tahlil, membaca Al-qu’an, berdoa dan pula bate.

B.     Pemberitahuan Adanya Kematian (Seuneutot)
            Apabila seorang warga masyarakat meninggal dunia yang biasa disebut ka geutinggai geutanyoe atau ka geuwoe bak tuhan. Bagi keluarga yang di tinggalkan akan menyeruh orang untuk memberitahukan hal itu kepada famili yang lainnya serta kepala desa dan teungku imum meulasah atau teungku sagoe.
Pemberitahuan tentang kematian kepada warga biasanya dilakukan oleh kepala desa yang ditugaskan orang untuk membunyikan tambo. Sehingga orang yang mendengarnya akan mengetahui bahwa di desanya ada yang meninggal dunia. Dengan demikian warga bisa datang untuk membantu mempersiapkan apa yang diperlukan di rumah duka. Sedangkan untuk memberitahukan kepada sanak familinya yang jauh darinya diperintahkan orang untuk memberitahukannya atau sering disebut seunueutot. Selama poses seuneutot ini berlangsung Teungku Imum  beserta warga lainnya mengurus jenazah dan mempersiapkan tempat atau membersihkan rumah duka tersebut.

C.     Mengurus Jenazah
            Kegitan mengurus jenazah meliputi memandikan, mengafankan, menyembahyangkan dan menguburkan orang mati tersebut. Hal ini sudah menjadi kewajiban bagi setiap penduduk setempat. Mempersiapkan penguburan dilakukan bersama oleh pihak keluarga dengan masyarakat desa, seperti menyiapkan kuburan, kain kafan dan keperlauan lainnya. Pihak masyarakat mempersiapkan peralatan untuk menggali kuburan dan segala sesuatunya yang menyangkut pemakaman. Sedangkan pihak wali daripada mayat akan membawakan kasur tempat dibaringkan mayat tersebut atau sering disebut tilam guloeng, membuat keranda, menyiapkan alat-alat unruk memandikan jenazah dan lain-lain.
           Memandikan jenazah menurut ajaran islam, yaitu menyucikan dari segala hadast. Untuk memandikan jenzah disediakan alat-alat khusus seperti batang pisang, sugi, mandam berbalut kain hitam, serta bunga dan daun-daun tertentu untuk pewangi. Pemandian jenazah dipimpin oleh teungku imum dan dilaksanakan oleh anak atau keluarga orang mati serta di bantu oleh beberapa orang tua kampong.
           Mengafankan jenazah, juga dilakukan menurut hukum islam yaitu membalut dengan kain putih, menutup segala lubang dengan kapas serta memberikan wangi-wangian. Selesai di kafankan lalu dimasukkan kedalam keranda dan disembahyangkan secara berjamaah, kemudian baru diusung kekuburan. Waktu jenazah ditirunkan dari rumah, berhenti sejenak di dekat tangga rumah untuk acara peubreuh pade, dan pada waktu itu para ahlul bait menyampaikan sedikit kata sambutan, antara lain meminta maaf kepada hadirin atas kesalahan-kesalahan orang yang meninggal itu semasa hidupnya. Setelah itu jenazah yang telah dimasukkan kedalam kerenda diusung menuju ke kuburan oleh anak atau keluarganya.
           Penguburan jenazah (seumiyup atau teumanom), biasanya dilakukan di perkuburan umum namun ada juga di perkuburan sendiri yang disebut bhom. Penguburan diakhiri dengan membaca doa bersama yang dipimpin oleh tengku. Kepada tengku diberikan sedekah seihklasnya dan ada juga yang memberikan kepada orang yang melaksanakan penguburan sebagai pernyataan terimakasih dari pihak kelurga kepada yang telah membantu dalam proses penguburan.

D.    Takziah
            Takziah yaitu berkunjung kerumah duka, biasanya pada malam hari untuk membaca berdoa dan membaca Al-qur’an. Takziah resmi biasanya pada tiga malam berturut-turut sejak mayat dikuburkan. Selanjutnya takziah biasa. Dalam takziah resmi, kepada mareka yang membaca Al-qur’an, samadiah, tahlil, dan berdoa. Pada takziah biasa biasanya orang membawa bungong jaroe berupa beras, kelapa, kue-kue, gula, kopi, uang dan lain-lain.

E.     Khanduri
            Khanduri pada setiap kematian merupakan kebiasaan yang telah lama sekali dilakukan oleh masyarakat. Bagi masyarakat Nagan Raya waktu penyelengaraan khanduri itu dilaksanakan dari malam pertama sampai malam keutujuh (dari uroe neuren sampe seunujoeh) seterusnya pada malam ke-40 dan malam-44. Pada malam pertama sampai dengan ketujuh itu dipusatkan pada malam ke-3,ke-5 dan ke-7. Dan sebelum sampai malam ke-40 biasanya diadakan khanduri pada malam puluhan seperti malam ke-10, ke-20, dan ke-30 yang tidak terlalu besar atau sering disebut khanduri bak atet. Khanduri dari hari pertama hingga ke tujuh biasanya dilakukan agak besar (ada yang menyembelih kambing dan kerbau pada keluarga yang mampu) karena pada waktu itu baca Al-qur’an, tahli, samadiah, dan berdoa diadakan di rumah duka. Dan pada hari ke-40 juga demikian biasanya dibeberapa daerah diadakan zikirullah, dan rapaie tuha. Sedangkan pada malam ke-44 itu diadakan khanduri pula bate (menanam batu nisan di kuburan). Besar kecil khanduri tersebut tergantung sama keluarga yang ditinggalkan.
            Untuk menghormati orang yang sudah tiada setelah proses 44 hari berlangsung dari hari pertama orang meninggal, maka setiap hari besar seperti megang, akan diadakan khaduri kecil atau khanduri saboeh talam untuk almarhum. Dan pada lebaran baik itu hari raya Idul Fittri maupu Idul Adha akan diadakan ziarah kepemakan. Ada juga dibeberapa tempat ada khanduri besar yang  melibatkankan seluruh keluarga yang ada sanak saudaranya di kuburan tersebut untuk melakukan khaduri dikuburan yang dilakukan pada hari ke-2 atau ke-3 setelah hari raya yang sering disebut jak bak kubu atau khanduri jeurat.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
            Adat dan reusam terhadap kematian merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat. Atas dasar keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati atau hidup kembali di alam baqa di hari akhirat kelak, dimana setiap manusia akan diadili. Maka peristiwa kematian dipandang oleh masyarakat khususnya di Kabupaten Nagan Raya sebagai suatu yang sangat penting. Dan sesuai ajaran agama Islam orang mati akan dimandikan, dikafankan, dishalatkan dan dikuburkan. Walaupun dalam pelaksanaanya masyarakat melakukan menurut tradisi atau adat yang berlaku dalam masyarakat. Yang tentunya tidak bertentangan dengan hukum agama.



DAFTAR PUSTAKA

Darwis A. Soelaiman. 2011. Komplikasi Adat Aceh. Pusat Studi Melayu Aceh (PUSMA). Banda Aceh



Tidak ada komentar:

Posting Komentar