HISTORIOGRAFI KOLONIAL
Oleh
: Oga Umar Dhani
A.
Latar Belakang Historiografi Kolonial
Sejarah Indonesia
dibangun dari fakta-fakta yang ada dan direkonstruksi oleh para sejarawan
Indonesia dan sejarawan asing. Proses rekonstruksi sejarah sendiri memiliki perbedaan
dari segi metodenya, keobyektifitasnnya, motivasinya, dan sebagainya.
Historiografi Indonesia dari masa lalu telah mengalami perkembangan. Bermula
dari historiografi tradisional, historiografi kolonial, historiografi revolusi
dan yang terakhir berkembang adalah historiografi modern.
Setiap perkembangan
historiografi memiliki karakteristik, metode, dan motivasi penulisan yang
berbeda-beda satu dengan yang lain. Situasi dan kondisi politik sangat
berpengaruh pada penulisan sejarah salah satu contohnya :
Pada masa Tradisional penulisan Sejarah cendrung melegitimasi kedudukan
seorang raja dan keluarganya yang berasal dari seorang raja yang besar. Pada
masa Kolonial penulisan Sejarah sebagai bahan laporan perjalanannya di tanah
jajahan, jadi yang dituliskan hanyalah orang-orang barat di tanah jajahan dan
mengagungkan sukuisme dengan merendahkan tanah jajahan. Dan pada masa Revolusi
penulisan Sejarah tentang tokoh-tokoh nasional yang dengan gigih berusaha
mengusir penjajah dari tanah air lebih di utamakan. Dari ketiga contoh tersebut
maka dapat di analisis yaitu Setiap masa memiliki kelemahan serta kelebihan
sendiri-sendiri.
B.
Pengertian Historiografi
Historigrafi terbentuk
dari dua suku kata yaitu history dan grafi.
Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi
artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem
oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Sedangkan
secara harafiah historiografi dapat diartikan sebagai uraian atau tulisan
tentang hasil penelitian mengenai gejala alam. Namun dalam perkembangannya
historiografi juga mengalami perubahan. Hal ini disebabkan para sejarawan
mengacu pada pengertian historia, sebagai suatu usaha mengenai penelitian
ilmiah yang cenderung menjurus pada tindakan manusia di masa lampau.
Dari penjelasan
tersebut dapat dipetik suatu kesimpulan historiografi merupakan tingkatan
kemampuan seni yang menekankan pentingnya ketrampilan, tradisi akademis,
ingatan subyektif (imajinasi) dan pandangan arah yang semuanya memberikan warna
pada hasil penulisannya. Dengan demikian berarti bahwa historiografi sebagai
suatu hasil karya sejarawan yang menulis tulisan sejarah.
C.
Historiografi Kolonial pada masa Hindia
Belanda
Historiografi Kolonial adalah
karya sejarah (tulisan sejarah)
yang ditulis pada masa pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara
Indonesia, yaitu sejak zaman VOC (1600) sampai masa Pemeritahan Hindia Belanda yang
berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di Indonesia (1942). Perlu
ditambahkan, pemerintahan Hindia Belanda yang dikendalikan
oleh para Gubernur Jenderal melalui para ahli begitu aktif
menulis karya sejarah. Atau
dengan kata lain, historiografi kolonial adalah karya tulis sejarah yang
ditulis oleh para sejarawan kolonial ketika pemerintahan kolonial berkuasa di
Nusantara Indonesia. Contoh karya historiografi kolonial yang paling popular adalah
sebuah buku yang ditulis oleh Raffles dengan judul History Of Java. Karya lainnya adalah karya-karya yang
ditulis H.J. de Graaf dengan judul Geschiedenis van Indonesia (Sejarah
Indonesia). Karya B.H.M. Vleke dengan judul Geschiedenis van den
Indischen Archipel (Sejarah Nusantara). Karya G. Gonggrijp dengan
judul Schets ener
aconomische Geschiedenis van Nederlands-Indie (Sejarah
Ekonomi Hindia Belanda).
Inti cerita sejarah dari Historiografi Kolonial adalah bangsa Belanda, oleh
sebab hanya Belandalah yang dipandang penting di Hindia Belanda. Hal ini jelas
dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia
(Indonesia) yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai “pemilik”
memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai bangsa yang
termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumi putera” atau
orang negeri. Kita tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi hanya sebagai
sejenis manusia yang berguna bagi Belanda.
Perhatikan penggalan kutipan
kisah sejarah di bawah ini yang ditulis oleh orang Belanda Dr.
C. Snouck Hurgronje dalam buku The
Achehnese dalam Historiografi Kolonial yang sangat menyudutkan
bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda.
“Sebagai
satu-satunya negara yang kehadirannya di Sumatera sudah mantap dan berhasil
menempatkan wilayah-wilayah lainnya di pulau itu di bawah kekuasaan ataupun
pengawasnya, maka Negeri Belanda selama dasawarsa kedua dari abad ke - 19,
telah terpaksa untuk mengambil langkah- langkah guna menjamin keselamatan
pedagang asing di Aceh. Dalam 1824 Pemerintah Belanda tanpa mempertimbangkan
akibat-akibatnya mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya di mana ia menjamin
keamanan perdagangan dan pelayaran di Aceh — dengan penduduknya yang fanatic
dan penuh tipu muslihat, perusuh dan suka perang yang tidak dikenal di kalangan
ras-ras lainnya di Nusantara ini di samping mereka sendiri terus menerus saling
memerangi — dan ditambah dengan satu syarat lagi (yang menyebabkan perjanjian
itu tak mungkin dilaksanakan) bahwa ia akan menghormati kemerdekaan negeri itu.”
Penulisan sejarah
Hindia Belanda yang tertua dapat disebut pada buku-buku harian kapal yang pada
zaman keemasan dicetak dalam jumlah yang besar dan banyak dibaca. Kini
buku-buku tersebut diterbitkan kembali dengan lengkap oleh Van Linschoten
Vereeniging. Suatu kisah umum yang pertama tentang kegiatan-kegiatan VOC pada masa
permulaan terdapat dalam buku Begin ende voortganck van de vereenigde
Nederlandsche Geoctroyeerde Oost-Indische Compagnie. Walaupun pelajar-pelajar
ke Hindia (Oostinjevaarders) tidak datang untuk belajar melainkan untuk
berdagang, sebagian besar dari mereka tidak bisa menghindarkan diri dari
mencatat beberapa keterangan tentang berbagai hal yang aneh yang mereka lihat
dan dengar. Sangatlah menarik perhatian betapa ekstensifnya surat-surat resmi
kompeni dan penuh dengan keterangan-keterangan etnografis dan historis. Tetapi
sayang sekali dokumen ini kebanyakan berada dalam arsip. Hanya beberapa dokumen
saja yang dikeluarkan dalam zaman Campagnie itu juga seperti buku Van Goen
tentang pulau Jawa. Buku yang pertama dalam jenisnya ini justru menceritakan
pegawai kompeni yang sejati, penuh perhatian pada masyarakat pribumi yang
menakjubkan.
D.
Karakteristik Historiografi Kolonial pada masa Hindia
Belanda
Secara umum ada tujuan
tertentu mengapa orang belanda menulis sejarah, khususnya di Indonesia. Tujuan
itu diantaranya yaitu tujuan politis dan tujuan ilmu pengetahuan. Tujuan
politis yaitu Belanda mencoba meremehkan peranan orang pribumi kepada bangsa
Indonesia dan yang ditonjolkan adalah tokoh-tokoh dari Belanda sendiri.
Sedangkan tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui seluk beluk daerah
jajahan dan memahami karakter orang-orang di daerah jajahan.
Pembuatan historiografi
ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan pada pemerintah kerajaan
Belanda, sebagai bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial. Oleh
karena itu motivasinya adalah sebagai bahan laporan maka yang ditulisnya pun
adalah sejarah dan perkembangan orang-orang asing di daerah kolonial khususnya
Indonesia. Sangat sedikit hasil historiografi kolonial yang menceritakan tentang
kondisi rakyat jajahan.
Historiografi kolonial
dengan sendirinya menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberi tekanan pada
aspek politis, ekonomis dan institusional. Hal ini merupakan perkembangan
secara logis dari situasi kolonial dimana penulisan sejarah terutama mewujudkan
sejarah dari golongan yang dominan beserta lembaga-lembaganya. Interpretasi
dari jaman kolonial cenderung untuk membuat mitologisasi dari dominasi itu,
dengan menyebut perang-perang kolonial sebagai usaha pasifikasi daerah-daerah,
yang sesungguhnya mengadakan perlawanan untuk survival masyarakat serta
kebudayaannya.
Ciri dari historiografi
kolonial masa Hindia Belanda adalah memiliki sifat Eropa Sentris atau yang
lebih fokusnya adalah Belanda Sentris. Boleh dikatakan bahwa sifat ini
memusatkan perhatiannya kepada sejarah bangsa Belanda dalam perantauannya, baik
dalam pelayarannya maupun permukimannya di benua lain. Jadi yang primer ialah
riwayat perantauan atau kolonisasi bangsa Belanda, sedangkan
peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonesia sendiri menjadi sekunder.
Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda dan
di Jakarta (Batavia). Pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan
sumber-sumber Indonesia. Fokus pembicaraannya adalah bangsa Belanda, bukanlah
kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda.
Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries
atau Belanda sentris. Uraian utama yang dibentangkan secara panjang lebar
adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai
kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal
dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat
tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
E.
Kelebihan dan Kelemahan Historiografi
Kolonial
1. Kelebihan
Historiografi Kolonial
Tidak disangkal bahwa
historiografi masa kolonial turut memperkuat proses naturalisasi historiografi
Indonesia. Terlepas dari subyektifitas yang melekat, sejarawan kolonial
berorientasikan fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Kekayaan akan fakta-fakta
sungguh mencolok. Pembicaraan mengenai perkembangan historiografi Indonesia
tidak dapat mengabaikan literatur historiografis yang dihasilkan oleh sejarawan
kolonial.
2. Kelemahan
Historiografi Kolonial
a. Subyektifitas
Tinggi Terhadap Belanda
Subyektifitas begitu
melekat pada historiografi masa kolonial. Sejarawan kolonial pada umumnya
deskripsinya berorientasikan pada kejadian-kejadian yang menyangkut orang-orang
Belanda, misalnya dalam sejarah VOC. Banyak kupasan-kupasan yang menekankan
ciri yang menonjol yaitu Nederlandosentrime pada khususnya dan Eropasentrisme
pada umumnya.
Apabila kita mengingat banyaknya
perlawanan selama abad 19, baik yang berupa perang bersekala besar (Perang
Padri, Perang Diponegoro, dan Perang Aceh) maupun yang bersekala kecil yang
dilakukan oleh rakyat disebut rusuh atau brandalan. Seperti pemberontakan di
Cilegon, Gedangan, Jambi, Cimareme. Sejarah perang kolonial terutama
menguraikan berbagai operasi militer secara mendetail, sedangkan bangsa
Indonesia hanya disebut sebagai obyek dari aksi militer itu.
b. Kekurangan
Kualitatif dari Sejarawan-Sejarawan Kolonial
Kebanyakan buku tentang
sejarah kolonial mempunyai hal-hal yang kaku dan dibuat-buat. Buku-buku yang
seluruhnya ditulis dari ruang studi di Belanda dan hampir seluruhnya membahas
Gubernemen dan pejabat-pejabatnya dan orang-orang pribumi yang kebetulan
dijumpai. Hanya sedikit dibicarakan tentang rakyat yang berfikir, yang merasa
dan bertindak dan hampir tidak seorang pun yang berusaha meneliti syair-syair,
hikayat, babad, dan sejarah. Apa yang menjadi pertimbangan dan pendapat mereka
karena kebanyakan sejarawan Campagnie hampir tidak menceritakan akan adanya
tulisan-tulisan pribumi atau menilainya terlalu rendah. Mereka malu akan
bahan-bahannya baik orang Eropa maupun orang pribumi dikritik. Bahwa keadaannya
jauh lebih baik dan hal ini membenarkan kehadiran orang-orang Eropa sekarang.
c. Kekurangan
Kuantitatif
Setelah masa kompeni
relatif sedikit karya-karya yang diterbitkan yang disebabkan oleh sistem
kerahasian yang fatal dan yang berlaku pada masa itu dan pergawasan yang
menurun terhadap jajahan pada abad ke-18. Berdasarkan jumlah bahan arsip yang
banyak, hanya sedikit saja yang merupakan sumber terbuka. Cukup besar
keuntungan kita apabila mempunyai penerbit dari Generalie Missiven atau
laporan-laporan kolonial yang dititipkan setiap tahun, satu atau beberapa
exemplar pada kapal-kapal yang berlayar pulang. Tidak hanya mengenai sejarah
Hindia Belanda melainkan juga tentang sejarah Asia dan Afrika. Kita saat ini
hanya memiliki suatu penerbitan yang sangat tidak lengkap dari missiven yang
dikumpulkan oleh ahli arsip kerajaan, de Jonge memiliki hubungan Indonesia.
Penerbit ini dicetak atas kertas yang buruk sekali, sehingga penerbit ini tidak
akan bertahan lama hal ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang di hadapi
seorang sejarahwan kompeni. Jumlah buku tentang sejarah Indonesia sangatlah
minim.
Jadi dapat disimpulkan
Historiografi Kolonial merupakan penulisan sejarah yang ditulis oleh orang
Belanda dan penulisannya lebih kepada Eropasentris dan Nedelanosentris. Ciri
dari historiografi kolonial ini adalah tentang sejarah dan perkembangan
kolonisasi Belanda pada daerah jajahan (Indonesia). Pada masa penjajahan
penulisan sejarah diperlukan oleh Belanda untuk dijadikan sebagai tujuan
politis dan juga sebagai tujuan ilmu pengetahuan. Dan harus disadari juga
dengan adanya penulisan sejarah pada masa Kolonial dapat dijadikan sumber untuk
penulisan sejarah bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan. Karena yang
merekam semua peristiwa sejarah pada masa itu adalah orang-orang Belanda yang
ada di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta. Yayasan Bentang
Budaya
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Snouck Horgronje. Tejemahan. 1985. Aceh dimata
Kolonialis. Jakarta : Yayasan Soko Guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar