Sabtu, 16 Juli 2016

Pemerintah Tunisia Tutup 80 Masjid Wahabi


Sumber foto: kompasiana.com
LAUTANTEDUH - Pemerintah Tunisia berencana menutup sekitar 80 masjid yang diduga kerap menghasut dan memicu kekerasan. Langkah ini dilakukan pemerintah sebagai upaya kontraterorisme setelah serangan penembakan di hotel tepi pantai di kawasan pantai wisata di Sousse, Tunisia pada Jumat (26/6).
Reuters melaporkan bahwa Perdana Menteri Habib Essid menyatakan bahwa selain memicu kekerasan, terdapat dugaan puluhan masjid tersebut ikut mendanai sejumlah kelompok militan setempat.
Langkah ini diambil setelah serangan teroris “yang dilakukan kelompok radikal Wahabi” menewaskan 39 orang, sebagian wisatawan asing termasuk warga Inggris, Jerman, dan Belgia, yang hendak berlibur dan menginap di The RIU Imperial Marhaba Hotel yang terletak di tepi pantai di Sousse, 140 km dari ibukota Tunisia.
Serangan ini terjadi hampir bersamaan dengan serangan pemenggalan kepala di pabrik gas di Saint-Quentin-Fallavier di sebelah tenggara Perancis dan pengeboman bunuh diri di masjid Syiah di Kuwait ketika salat Jumat. 
Sumber: arrahmahnews.com

Pidato Tentang Pemikiran Islam Militan, Dr Zakir Naik Batal pulang ke India


MUMBAI, Pengkhotbah kontroversial Zakir Naik batal untuk pulang kembali ke rumahnya di Mumbai dalam beberapa minggu ke depan. Naik yang saat ini berada di Arab Saudi diatakan akan pergi ke Uni Emirat Arab dan Afrika.
Salah seorang asisten Naik di India sebagaimana dikabarkan the Times of India pada Senin malam (11/07) menyebut bahwa Zakir Naik juga telah membatalkan rencananya yang semula bersedia diwawancara media melalui Skype. (Baca juga:Darul Uloom: Ceramah Zakir Naik Tak Layak Didengar Umat Islam)
Asisten Naik menyatakan Naik baru akan kembali di India setelah beberapa minggu ke depan, karena saat ini masih berada di Arab Saudi dan setelah itu akan mengunjungu Uni Emirat Arab untuk melakukan serangkaian kunjungan, sebelum nantinya pergi ke Afrika.
Naik, 50th, saat ini menjadi sorotan setelah berbagai pihak yang menuntut agar ditetapkan larangan terhadap saluran TV nya karena menayangkan pidato yang diduga menyeret para pemuda Islam kepada pemikiran militan. (Baca juga:Pemerintah India Tetapkan Larangan Penayangan Acara TV Dr Zakir Naik)
Pemerintah Maharashtra telah memerintahkan penyelidikan atas tayangan, pidato dan tulisan Naik. Selain itu, pemerintah Bangladesh juga telah mencabut izin siaran stasiun televisi milik ulama Islam Zakir Naik, Peace TV, karena dianggap menyebarkan kebencian dan memicu aksi teror Dhaka 1 Juli lalu.
Keputusan ini diambil oleh Komite Hukum dan Ketertiban Bangladesh yang dipimpin oleh Menteri Industri Amir Hossain Amu. Komite ini juga memutuskan untuk memantau setiap khotbah Jumat yang disampaikan Naik untuk memastikan dirinya tidak menyebarkan ajaran provokatif. (Baca juga:Pelaku Bom Bangladesh Terinspirasi Khotbah Kebencian Wahabi Dr. Zakir Naik)
Naik sendiri di situs jejaring sosial memohon dukungan masyarakat untuk membantunya melawan apa yang ia sebut ‘fitnah Media’ yang dikenakan padanya sejak serangan teror baru-baru ini di Bangladesh. Dua dari penyerang cafe Dhaka yang membantai 20 sandera dilaporkan ternspirasi pidato Naik. 
Sumber: arrahmahnews.com


Arab Saudi bukan Negara Islam, Tapi Penjual Islam. Benarkah?

Sumber foto:banjarwangi.com
Dilansir dari arrahmahnews.com, Arab Saudi, negara penjaga dua tempat suci dan negara yang paling dibanggakan umat muslim dunia dikatakan bukan negara Islam, tetapi negara penjual Islam. Benarkan demikian, biar pembaca sendiri yang menyimpulkan. Waallahua'alambissawab..!
Berikut ulasannya, Salah satu kehebatan negara Saudi adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan Sunnah. Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim dari penjuru dunia.

Saudi juga terkesan banyak memberikan bantuan kepada kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam untuk mencitrakan mereka sebagai pelayan umat dan penjaga dua masjid suci (Khadim al-Haramain). Akan tetapi, citra seperti ini semakin pudar mengingat sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan AS yang mengorbankan (nyawa, harta dan negara) kaum Muslim.
Orang-orang awam selama ini menjadi korban dari berita-berita penipuan yang sengaja disebarkan oleh para pemuja Kerajaan Arab Saudi. Kaum Muslimin lupa, bahwa yang menjadi penguasa Makkah dan Madinah saat ini adalah Keluarga Kerajaan (Aly Saud) yang mengusung paham Khawarij dan Mujasim, bukan Ahlussunnah. 

Karena paham Ahlussunnah wal jama’ah tidak pernah menghalalkan pengkafiran, pembid’ahan, pemusyrikan dan penghalalan darah serta harta kaum muslimin. Hal ini justru menjadi ciri khas kaum Wahabi Takfiri atau yang di zaman ini sebagai perwujudan kaum Khawarij dan Mujasim modern. Jargon mereka yang terkenal adalah “Kembali kepada Quran dan Sunnah“ maksudnya adalah kembali kepada pemahaman Quran dan Sunnah ala mereka, bukan ala Nabi Saw, para sahabatnya yang mulia dan para ulama salafus shalih.

Siapa pun yang menguasai Makkah dan Madinah sudah pasti mereka akan memelihara dan menjaga dua kota suci tersebut. Sudah sedari dulu, siapa pun penguasanya mereka pasti akan selalu membantu negara-negara Muslim lainnya. Tetapi yang sangat aneh, mengapa Kerajaan Arab Saudi tidak pernah memberi bantuan kepada Palestina? Bahkan mereka malah bermanis-ria dengan Zionis dalam pertemuan-pertemua rahasia, Apakah ini yang dikatakan negara Islam yang menjalankan al-Quran dan as-Sunnah?

Setelah kekalahan telak yang dialami pasukan Muhammad ibn Sa’ud oleh pasukan Islam dari kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1815. Muhammad ibn Sa’ud beserta beberapa anggota kelurganya di tawan dan di bawa ke kota Kairo dan kemudian dipindahkan ke Konstantinopel ibukota kekhalifahan Turki Utsmani. Muhammad ibn Sa’ud dan anggota keluarganya di arak untuk dipertontonkan kepada kaum muslimin bahwa ia adalah otak dari pemberontakan sekaligus Dajjal yang telah membunuhi ribuan kaum muslimin yang tidak berdosa di jazirah Arab. Kemudian kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan kaum muslimin yang marah karena ulahnya. Sedangkan sisa-sisa keluarganya di penjara di kota Kairo.

Kurang lebih 87 tahun kemudian, pada tahun 1902 cucunya Muhammad ibn Sa’ud yang bernama Abdul Aziz bin Abdurrahman ibn Sa’ud yang kabur ke Turki memulai kembali usaha untuk mengembalikan kejayaan Klan Sa’ud yang pernah dirintis oleh kakeknya. Dengan bantuan Klan As-Sabah di Kuwait dan campur tangan Inggris akhirnya mereka mulai melakukan invasi berdarahnya kembali. Pada tahun 1953 Ibnu Sa’ud mati dan digantikan oleh Raja Sa’ud dan kemudian Raja Faisal.
Rajutan cinta yang dahulu terputus dengan kerajaan Inggris akhirnya bersemi kembali. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perjanjian atau traktat dengan pihak kerajaan Inggris melalui beberapa surat yang dikirimkan oleh pemimpin Salafi Wahabi pada tanggal 13 Juni 1913 kepada wakil Inggris Percy Cox sebagai berikut :

وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكن علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين اسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى وبينكم
“Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian “

Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1927 M / 1341 H di distrik Ahsaa telah ditanda tangani sebuah perjanjian resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi yang berbunyi :

… أقرّ وأعترف ألف مرة للسّير برسى كوسى مندوب بريطانيا العظمى لامانع عندى من إعطاء فلسطين لليهود أو غيرهم كما تراه بريطانيا التى لا أخرج عن رأيها حتى تصيح الساعة

“ Aku berikrar dan mengakui 1000 kali kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai dengan keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keiginan Inggris sampai hari kiamat “ 

Bahkan ketika pecah perang yang dilancarkan Israel pada bulan Juni 1967 kepada sebagian negara-negara Arab dengan dukungan Amerika dan Eropa barat, pemimpin Wahabi baru datang dari negara-negara Barat itu menyampaikan pidato pada tanggal 6 Juni sebagai berikut :

ايها الإ خوان لقد جئتكم من عند إخوان لكم فى أمريكا وبريطانيا وأو روبا تحبونهم ويحبوننا
“Wahai saudara-saudaraku, aku (baru saja) datang dari saudara-saudara kalian di Amerika, Britania, dan Eropa. Kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai kalian “

Kemudian pada tahun 1969, saat diwawancarai koran Washington Post, pimpinan Wahabi mengakui adanya kedekatan khusus dengan kaum Zionis Israel, lalu berkata :

إننا واليهود إبناء عم خلص, ولن ترضى بقذفهم فى البحر كما يقول البعض, بل نريد التعايش معهم بسلام
“Sesungguhnya kami dengan bangsa Yahudi adalah sepupu. Kami tidak akan rela melemparkan mereka ke laut sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, melainkan kami ingin hidup bersama mereka dengan penuh kedamaian “

Para peneliti sejarah aliran Wahabiyah telah membuktikan bahwa  untuk memurnikan tauhid hanyalah sebuah slogan yang dibentuk atas perintah langsung kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Setelah mendapatkan kaum muslimin yang dapat dijadikan sebagai boneka-boneka bodohnya, kemudian konspirasi penjajah Eropa Yahudi mengirimkan berbagai keperluan operasional, logistik, tentara bayaran dan istruktur-instruktur tentara bayaran yang disupport sepenuhnya oleh kekuatan sekutu untuk mendukung gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dan Muhammad ibnu Abdil Wahhab dalam melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Turki Ottoman yang sah dengan impian tingginya untuk mendirikan Haikal Sulaiman di tanah al-Haramain.

Gilanya lagi, setelah tertangkap basah dan terekam secara sah oleh sejarah dan zaman, mereka masih membela diri dengan berkata : “Kami memberontak karena kekhalifahan Turki Ottoman sudah korup, banyak kemaksiatan yang terjadi, negara sudah tidak stabil” dan banyak ucapan lainnya yang mereka buat untuk menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dan logika sederhananya adalah, apabila dikarenakan kekhalifahan Turki Ottoman sedemikian carut marutnya sehingga halal memberontak, maka lebih halal pula memberontak di kerajaan Saudi Arabia sekarang. Karena keadaan negara mereka yang dipenuhi dengan sejarah pembunuhan, pembantaian, siksaan terhadap para ulama, bayi dan ibunya disembelih ketika digendong, sebagaimana yang terekam dengan baik dalam kitab-kitab sejarah Islam.

Gerakan Wahabi yang didanai oleh Inggris dan Yahudi ini banyak memaksa kaum muslimin untuk menjadi tentara mereka. Ada sebuah camp tempat pelatihan yang dinamakan dengan Hajar al-Arkawiyah di mana para intruktur militer dari negara Inggris melatih daya tempur mereka dan menancapkan doktrin pada para pengikutnya, bahwa siapa pun orang Islam yang tidak bermazhab Wahabi adalah kafir dan halal darahnya.

Padahal orang-orang Inggris ini pun tidak semazhab dengan mereka, tidak se-tauhid dengan mereka, bahkan mereka benar-benar kafir mutlak tetapi mana berani para Wahabi menganggapnya kafir dan menghalalkan darah mereka? Mereka lebih mencintai orang-orang Inggris yang memperbudak mereka, dan lebih membenci kaum musimin yang berbeda dengan mereka. Padahal Iblis saja tidak pernah menaruh rasa benci sebesar ini terhadap umatnya Nabi Saw.

Mereka yang sudah digembleng menjadi tentara pembunuh menjadi hilang rasa kemanusiaannya, dan berubah total menjadi mesin pembunuh yang sadis dan paling biadab, mirip dengan tentara Hulagu Khan atau yang menghabisi kekhalifah Dinasti Abbasiyah secara keji dan biadab atau mirip dengan tentara Serbia yang membantai ratusan ribu warga muslim di Bosnia Herzegovina.

Untuk mengelabui kaum muslimin di masa yang akan datang mereka memberikan identitas kepada para pembunuh dan tentara bayarannya sebagai berikut :
  1. Mereka menamakan mesin perangnya dengan sebutan al-Ikhwan
  2. Mereka menamakan peperangannya dengan sebutan Jihad
  3. Mereka menamakan penyerbuannya dengan sebutan Ghazawat
  4. Mereka menamakan kemenangannya dengan sebutan Futuhat
  5. Mereka menamakan prajuritnya yang mati dengan sebutan Syuhada
  6. Menamakan musuhnya dari kaum muslimin dengan nama kaum kafir
Lihatlah pengelabuan dan pemutarbalikkan fakta yang mereka lakukan terhadap syariat dan kaum muslimin saat ini. Benar-benar sempurna kelicikan dan tipu daya mereka ini. Semoga laknat Rasul-Nya abadi bagi mereka. Sekte terlicik di muka bumi ini kemudian menutupi kebejatan serta kebiadaban mereka dengan menisbatkan mazhabnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, sehingga sebagian para kyai dan ulama yang tidak menyelami mazhab Imam Ahmad pun mengamini dan mengimaninya. Terlebih masyarakat awam yang pengetahuannya sangat dangkal.

Padahal dakwah yang dijalankan oleh Wahabi dan pengikutnya ini merupakan kedok untuk menutupi jaringan konspirasi dan kerja sama busuk mereka dengan kaum penjajah Eropa yang membawa sekalian dendam kesumat atas kekalahan mereka di perang Salib lalu. Karena untuk membantai kaum muslimin secara langsung dengan tangan mereka tidak mungkin, maka mereka menggunakan boneka-bonekanya yang bodoh dan dungu ini dengan dalil “Ijtihad“, yang benar ijtihadnya mendapatkan pahala dua, dan yang salah mendapatkan pahala satu. Jadi bagi kaum Salafi Wahabi ini, membunuh kaum muslimin akan mendapatkan pahala karena berdasarkan ijtihad ulama mereka katanya.

Lebih ekstremnya lagi, ketika mereka sudah merasa kuat (dengan dukungan pemerintah dan sebagian partai politik), maka propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan tak jarang sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah seperti mesjid, mushalla, majlis ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis kumpulan pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di rumah-rumah.

Akibatnya, tanpa disadari mereka sudah menguasai berbagai sarana kegiatan dakwah di beberapa komplek perumahan, dan telah merebut anggota jama’ah pengajian para ustad di wilayah setempat, yang berbuntut pada terganggunya hubungan silaturrahmi antara anggota jama’ah tersebut.

Tidak sampai di sana saja, bahkan mereka pun membuat gerakan pengajian ibu-ibu yang dinamakan “ Liqa “. Yang menurut sumber yang paling shahih berada dalam garis manajemen Partai Keadilan Sosial (PKS). Mereka mendakwahkan kepada para ibu-ibu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis khilafah, bukan UUD dan Pancasila. Kemudian lambat-laun mereka mulai memasuki ranah khilafiyah seperti Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur, Istighatsah, Shalawatan, Maulid Nabi dan hal-hal yang selama ini mereka anggap pelakunya adalah ahli neraka.

Jadi bagaimana kita bisa mengatakan gerakan ini adalah gerakan pemersatu umat dan bangsa ? Mereka adalah gerakan aktif yang akan melumatkan apa pun yang mereka anggap tidak sejalan dengan batok kepala mereka. Mereka adalah pemecah belah umat berdasarkan kajian historis dan analisis hadits.

Secara resmi negara Saudi  ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September 1932. Pada saat itulah, tahun 1932 Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al’Arabiyah as-Su’udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya, menguasai Riyadh, Nejd, Hasa, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.

Sejak awal, Dinasti Sa’ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide Wahabi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian dikenal dengan gerakan Wahabi. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi dinasti Sa’ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Utsmaniyah. (Jadi jelaslah, bahwa Kerajaan Saudi Arabia yang dirajai oleh Abdul Aziz dan keturunannya sampai sekarang tidak pernah mengadopsi paham Ahlussunah wal jama’ah yang dibawa oleh para imam mazhab, bahkan mereka mengkafirkan seluruh imam mazhab dan penganutnya).

Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa’ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi pemerintahan Khilafah Islamiyah. Sekitar tahun 1792-1810, dengan bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk memadamkan pemberontakan ini.

Fase pertama, pemberontakan Dinasti Sa’ud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut kota ad-Diriyah. Pada tahun 1902, ketika kekuatan Khalifah Islamiyah melemah, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan bantuan Inggris.

Pada tahun 1916, Abdul Aziz menerima 1300 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga berunding untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy Cox, utusan Inggris. Percy Cox mengambil pensil dan kertas kemudian menentukan (baca : memecah belah) perbatasan negeri tersebut.

Tidak hanya itu, Inggris pun membantu Ibnu Sa’ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku dari Nejd). Suku ini menyalahkan Ibnu Sa’ud yang dianggap terlalu menerima inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, angkatan Udara Inggris dan pasukan Ibnu Sa’ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerja sama mereka yang sangat erat, Inggris memberi gelar kebangsawanaan “Sir“ untuk Abdul Aziz bin Abdurrahman.

Adapun persahabatan Saudi dengan AS diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada 29 Mei 1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS menggambarkan daerah tersebut sebagai “Sumber yang menakjubkan dari kekuatan strategi dan hadiah yang terbesar dalam sejarah duni”.

Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi  “budak“ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $100 juta dolar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam “membangun“ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi sampai sekarang.

Konsesi lain dari persahabatan Saudi-AS adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh AS pada tahun 1943 yang hebatnya hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan Udara Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategi AS, terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. Penguasa Kerajaan Saudi dengan “ sukarela “ membiarkan wilayahnya dijadikan basis AS untuk membunuhi sesama Muslim. AS pun kemudian sangat senang dengan kondisi ini.

Kerajaan Arab Saudi sebagai trah Zionis Yahudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis maupun ekonomis dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke Afganistan dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk membuktikan kesetiaannya itu, Saudi pada tanggal 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa aparat keamanan- nya telah menahan enam orang warga negaranya dan seorang warga Sudan yang di dakwa menjadi angota al-Qaeda. Tujuh orang itu didakwa berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan rudal SAM-7.

Masih dalam rangka kampanye AS ini, Saudi menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum, antara lain lewat iklan bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang anti terorisme “ (K.Com, Newsweek, 03/05/2002). (Padahal seluruh dalang penjajahan dan teror di tanah Arab seperti di Iraq, Libya, Mesir dan Suriah  adalah Arab Saudi dan AS).

Penguasa Saudi juga dikenal kejam terhadap kelompok-kelompok Islam yang meng- kritisi kekuasaannya. Banyak ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya karena mengkritik keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, tingkah polah keluarga kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat menyakitkan hati umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat yang sama mereka membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita akibat tindakan AS yang terus menerus dijadikan Saudi sebagai mitra dekat.

Benarkah Saudi merupakan negara Islam? Jawabannya “Tidak sama sekali“ Apa yang dilakukan oleh negara ini justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain :
Pertama, berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5.a Konstitusi Saudi ditulis : Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam sistem Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum (bukan al-Quran dan as-Sunnah). Sementara itu, dalam Islam bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah Swt, rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu (para ulama).

Kedua, dalam sistem Kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya, biasanya adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5.c : Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan kibijakan AS. Sementara itu, dalam Islam, Khalifah di pilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh keridhaan.

Ketiga, dalam bidang ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini tampak nyata dari diperbolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun internasional di negara itu. Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank “ribawi“ di Saudi seperti “ The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang dikeluar- kan oleh Raja (no.M/5 1386 H).

Keempat, demi alasan keamanan keluarga kerajaan, pihak kerajaan Saudi Arabia telah menghabiskan 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi. Sungguh sangat berakal dan beradab membiarkan musuh-musuh Islam berkonspirasi di negaranya, sedangkan banyak hal yang dapat dilakukan untuk Palestina, Irak, Suriah, Libya, Afganistan dengan 72 miliar dollar, hal ini dilakukan oleh Kerajaan Saudi karena lebih mencintai Amerika dan musuh-musuh Islam daripada mencintai negara muslim.

Apa yang terjadi di Saudi ini hanyalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh para penguasa Muslim-Yahudi yang melakukan pengkhianatan kepada umat. Tidak jarang para pengkhianat umat ini menamakan rezim mereka dengan sebutan negara Islam, negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, meskipun pada praktiknya jauh dari Islam.

Begitu juga para partai pendukungnya akan melakukan iklan agamis yang sama : partai yang bersih walaupun tidak bersih, partai yang jujur walaupun isinya para penipu dan koruptor, partai yang agamis walaupun sebenarnya tidak paham agama, dan banyak lagi slogan-slogan yang mencitrakan kebaikan itu hanya berada pada partai mereka. Kenalilah bahwa sesungguhnya partai-partai seperti ini justru menjadi partai pembohong dan pendu- kung abadi musuh-musuh Islam.

Sesungguhnya kebenaran itu tidak datang dalam seketika, tetapi ketika kebenaran itu datang sikapilah dengan kesadaran, kedinamisan akal sehat anda, dan tanyalah kepada hati nurani terdalam, apakah pantas partai yang mengatasnamakan Islam mendukung musuh-musuh abadi Islam?

Tidaklah akal seseorang itu tercerahkan setelah datangnya cahaya hidayah. Sedangkan penolakan terhadap cahaya hidayah merupakan pengingkaran terhadap pemberi hidayah itu sendiri. Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali  menghadapi dan menghancur- kan musuh-musuh Islam, baik yang tersurat ataupun yang tersirat dengan segala bentuk potensi yang diberikan Allah Swt kepada kita semua.

Jelas sekali bahwa gerakan Zionisme Internasional mengerahkan segenap daya dan kekuatannya begitu juga pendukungnya untuk menumpas umat Islam, pemilik bumi yang kaya dengan sumber alam. Dengan segala cara, Zionisme berusaha mengeksploitasi kekayaan alam negara Islam. Mereka menyebarkan pemikirannya yang dapat memalingkan umat muslim dari pilar-pilar kekuatannya. Mereka pun menimbulkan perpecahan dalam barisan umat Islam.

Musuh-musuh Islam melakukan berbagai tindakan batil dalam seluruh aspek kehidupan. Telah beredar mata uang Zionis yang dicetak dengan gambar menara Israel dan peta Israel Raya. Peta itu meliputi Lebanon, Yordania, dua pertiga wilayah Suriah, tiga perempat wilayah Irak, dan seperempat wilayah Saudi Arabia, bahkan sampai ke Madinah dan Makkah.  Kalaulah kita sedikit cermat mengamatinya, bukankah daerah-daerah tersebut yang sekarang sedang diperebutkan dan berusaha dikuasai oleh ISIS?

Semua dunia mengetahuinya, bahwa ISIS adalah teroris yang berkedok agamis dengan akidah Wahabi dibelakangnya. PBB pula yang menyerukan kepada kerajaan Saudi Arabia untuk menarik mundur 20.000 tentara bayarannya dari Suriah dan Irak. Jadi jelaslah, bahwa ISIS yang berakidah Wahabi adalah kaki tangan Zionis Israel yang dibiayai oleh kerajaan Saudi Arabia.

Kaum Zionis harus menyadari bahwa mereka sedang mengemis untuk mendapatkan bumi yang telah dijaga kaum muslimin selama 14 abad. Kaum muslimin tidak akan pernah berhenti untuk merebutnya kembali meskipun pihak yahudi melancarkan serangan demi serangan dengan hebatnya.

Zionis menulis kalimat Lailaaha illallah di celana dalam, menulis- kan lafdzul Jalalah di alas kaki, dan mencetak surat awal Maryam di kertas pembungkus barang-barang belanjaan. Hal ini bukanlah kebodohan baru yang dilakukan Yahudi sepanjang sejarahnya. Semua itu karena dorongan dendam terhadap kaum muslimin dan bangsa Arab yang dalam kurun waktu sejarah lalu justru telah melindungi mereka dan memperlakukan mereka dengan baik.

Di Palestina dewasa ini orang-orang Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah, berbagai peninggalan kehidupan masa silam, dan warisan kebudayaan yang tidak ternilai. Sebagaimana ISIS pun melakukan penghancuran terhadap kota-kota kuno, bangunan dan artefak bersejarah yang berasal dari ribuan tahun yang lalu atas perintah Yahudi. Mereka pun menghancurkan pusat-pusat informasi dan membakar kepustakaan langka.

Hal yang sama pula dilakukan oleh kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1924 untuk membakar perpustakaan terutama perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makkah al-Mukarramah di mana mereka membakar kurang lebih 60.000 kitab-kitab langka dan sekitar 40.000 yang masih berupa manuskrip yang sebagiannya merupakan hasil diktean sahabat dari baginda Nabi Saw.

Di antara buku-buku itu masih ada yang berupa kulit kijang, tulang belulang, pelepah kurma, pahatan dan lempengan-lempengan tanah. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun menyerang  perpustakaan yang berada di Hadramaut Yaman dan mem- bakar seluruh kitab yang berada di perpustakaan itu.


Tindakan ini dilakukan karena merasa tersudut oleh sejarah dan tidak berkutik oleh fakta-fakta yang terdapat di dalam buku-buku sejarah. Bangsa Yahudi terdorong melakukan semuanya itu semata-mata karena kedengkian terhadap Islam, kemurkaan terhadap segenap pemeluknya, dan berkeingnan melukai tubuh dan perasaan mereka. 

Sumber: arrahmahnews.com

Penyelamat Rapa’i Tuha di Nagan Raya


Ditengah pesatnya kemajuan seni yang bernuansa teknologi, hanya segelintir saja yang masih setia pada kesenian lama, contohnya saja Rapa’i Tuha, salah satu kesenian keagamaan sebagai cerminan kearifan lokal yang telah ada di Aceh semenjak zaman kerajaan dulu. Jika ketidak pedulian lenyap bersama angin maka hanya sisa wujud dalam sepotong cerita yang tertinggal…
Lelaki tua yang masih terlihat gagah itu , terlihat sangat hati-hati mengecat lingkaran kayu Rapa’i Tuha di ruang tamu rumah berdinding papan miliknya.  Namannya Haji Teungku Sagop. Masyarakat setempat sering memanggil kakek tua ini dengan sebutan  Teungku Sagop. Diusia 70 tahun, veteran Republik Indonesia masih sangat aktif melestarikan kesenian Rapa’i Tuha sebagai warisan budaya di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Di  Nagan Raya, penyuka warna-warna gelap ini mempunyai grub Rapa’i Tuha yang bernama Kilat Fajar. Tepatnya di Kemukiman Krueng Neuang, Kecamatan Beutong. Grub yang beranggota 22 orang ini telah berdiri sejak 2008 lalu. Semenjak bediri hingga hari ini, Grub Rapai Tuha Kilat Fajar tersebut telah banyak mengisi kegiatan keagamaan maupun kebudayaan di Nagan Raya, bahkan sesekali grup bentukan Tgk. Sagop juga sering mengisi acara kebudayaan di luar daerah.
Sekilas berbicara tentang Rapa’i kita tentu teringat akan Rapa’i Geleng, sebuah tarian etnis Aceh yang berasal dari wilayah Aceh Bagian Selatan tepatnya Manggeng, yang sekarang masuk kawasan Kabupaten Aceh Barat Daya. Tetapi sebenarnya, sangat jauh berbeda antara kesenian Rapa’i Geleng dengan Rapa’i Tuha di Nagan Raya.
Rapa’i Geleng adalah tarian yang mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair yang dinyanyikan, kostum dan gerak dasar dari unsur Tari Meuseukat. Sementara Rapa’i Tuha merupakan kesenian yang sarat akan keagamaan yang diringi dengan zikir sebagai syairnya.
Sebagai pimpinan atau Khalifah dalam istilah Rapa’i Tuha, Tgk. Sagop yang juga veteran Republik Indonesia ini selalu setia menyempatkan waktunya untuk merawat Rapa’i setiap anggota kelompoknya. Hal ini terlihat ketika ditemui AcehNews.Net di kediamannya.
Dengan cekatan dia memperbaiki pinggiran salah satu Rapa’i yang telah dianggapnya rusak, “Nyoe Rapa’i peninggalan Tu Jameun (ini Rapa’i peninggalan Ayah saya dulu),” katanya sambil mengetes suara Rapa’i dengan memukul pinggirannya. Rapa’I Tuha warisan sang ayah yang berusia sekira puluhan tahun itu terus dirawatnya. Sebagai pusaka yang terus dijaga hingga akhir hayat.
Lelaki yang suka mengenakan kupiah ini kembali melanjutkan pembicaraanya tentang Rapa’I Tuha. Dia menjelaskan, penampilan Rapa’i Tuha hanya untuk doa. Khususnya di Nagan sebutnya untuk Nagan Raya, penggunaan Rapa’i Tuha hanya untuk kenduri, seperti pada malam ketujuh dan malam ke empat puluh orang meninggal. Selain itu, untuk khanduri blang (sawah) serta melepaskan nazar (Peulheuh Kaoy) masyarakat juga sering memakai jasa grub Rapa’i Tuha yang dipimpinnya.
Untuk sekedar latihan, mareka melakukan secara bergiliran pada setiap Kamis malam di rumah anggota. “kamoe latihan tip malam Jum’at, bergiliran di rumoeh anggota (kami latihan setiap malam Jumat, bergiliran di rumah anggota),”jelasnya. Sementara untuk uang operasional, grup ini masih mengandalkan keikhlasan dari tiap anggota untuk menyumbang dan menanggung konsumsi ketika rumahnya jadi giliran pada Kamis malam tersebut.
Menurutnya, sekarang peminat Rapa’i Tuha sangat sedikit, dan ditakutkan suatu saat ini generasi muda akan kehilangan kesenian Rapa’i Tuha ini. Perhatian pemerintah pun dikatakan sangat minim terhadap Rapa’i Tuha, mungkin dikarenakan grub rapa’i yang dipimpinya bukan kesenian seperti Rapa’i Geleng yang bisa ditampilkan pada acara-acara seremonial kepemerintahan.
Jino kanit ureung yang galak keu Rapa’i Tuha, karena nyo ken Rapa’i Geleng yang ditampilkan bak acara pemerintah (kini sudah sedikit orang yang menyenangi Rapa’i Tuha karena ini bukan Rapa’i Geleng yang ditampilkan pada acara pemerintah),demikian kata Tgk. Sagop, sang veteran penyelamat Rapa’i Tuha di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. 
Sumber: Acehnews.net

Raja Aceh Tukar Istri dengan Raja Johor

helloacehku.com

KISAH keberadaan dua kerajaan, Aceh dan Johor, hingga kini masih menyimpan banyak misteri. Terutama soal kisah Putri Kamaliah dari Pahang dengan Puteri Sendri Ratna Indra dari Aceh.
Alkisah, dari berbagai sumber disebutkan, kerajaan Aceh sekitar tahun 1619 berhasil menaklukan sebahagian Malaka, seperti Keudah, Johor, Perak, dan Pahang, dari Bangsa Portugis.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa usai penaklukan, keluarga istana Johor bersama sekitar 10.000 penduduknya berimigrasi ke Aceh untuk memperkuat pasukan Sultan Iskandar Muda.
Sumber lainnya menyebut bahwa mereka memang ditawan, termasuk Putri Kamaliah, Tun Sri Lanang dan Raja Abdullah atau orang Aceh menyebutnya dengan nama Raja Radin atau Raja Raden.
Raja Abdullah sendiri, disebutkan sebagai Raja Johor. Sementara Puteri Kamaliah merupakan istri dari Raja Abdullah.
Konon, guna menguatkan politik antara Aceh-Johor, Raja Abdullah kemudian menceraikan Puteri Kamaliah. Setelah melewati masa iddah, Putri Kamaliah dinikahkan oleh Sultan Iskandar Muda. Oleh rakyat Aceh, Puteri Kamaliah digelar dengan Putroe Phang atau puteri dari Pahang.
Sejumlah catatan sejarah, juga menulis bahwa Sultan Iskandar Muda juga menceraikan salah satu istrinya, Puteri Sendi Ratna Indra, untuk dinikahkan oleh Raja Abdullah.
Benarkah demikian? Sayangnya, kisah tukar isteri atau perkawinan politik kedua raja ini tidak memiliki referensi yang kuat, serta manuskip serta fakta sejarah lainnya.
Dosen sejarah Universitas Syiah Kuala, TA Sakti, menyebutkan bahwa kisah tersebut belum tentu kebenarannya.
Menurutnya, dalam satu versi, Putri Kamaliah disebutkan, sebelum dinikahkan Sultan Iskandar Muda, memang isteri dari Raja Abdullah.
“Jadi Puteri Kamaliah diceraikan Raja Abdullah Mu’ayatsyah untuk dinikahkan Sultan Iskandar Muda. Sementara Sultan Iskandar Muda memberikan adiknya, yang disebut Putroe Hijao, untuk dinikahkan oleh Sultan Abdullah,” kata TA Sakti.
“Jadi yang dinikahi Raja Abdullah bukan Puteri Sendi Ratna Indra, melainkan Putroe Hijao. Putro Hijao adik Sultan Iskandar Muda. Ini berdasarkan hikayat Malem Dagang,” ujarnya lagi.
Sementara itu, kata TA Sakti, dalam buku sejarah resmi Malaysia, yang dikarang oleh Haji Bujung Adil, disebutkan bahwa Puteri Kamaliah memang ditawan oleh Kerajaan Aceh.
“Versi Malaysia disebutkan bahwa Kerajaan Johor dan Pahang sudah Islam sebelum diserang Aceh. Namun kerajaan Johor memang dekat Portugis. Puteri Kamaliah sendiri cuma disebutkan sebagai keluarga Bangsawan dari Pahang. Tak dijelaskan istri siapa-siapa. Johor sendiri pernah menyerang Pahang,” ujar TA Sakti.
Sementara itu, Rusdi Sufi, sejarawan Aceh lainnya, mengaku tak memiliki referensi yang kuat mengenai pernikahan sultan Aceh dan raja Johor tersebut.
“Namun Aceh memang beberapa kali menyerang Johor,” ujarnya.
Sumber sejarah Malaysia, kata TA Sakti, juga menulis bahwa Raja Abdullah kemudian kembali menceraikan Putroe Hijau. Keadaan ini terjadi saat Raja Abdullah kembali dekat dengan Portugis.
“Saya tidak mengetahui apakah kata cerai itu hanya simbol sebagai lepas dari Aceh atau bukan,” ujarnya.
Sedangkan Mizuar Mahdi dari Mapesa, mengatakan kisah pertukaran istri Raja Aceh dan Johor, tidak didukung dengan fakta sejarah yang kuat.
“Saya memang sudah membaca cerita ini. Tapi belum ada manuskip yang kita temukan yang mendukung cerita tadi. Kita mengkaji berdasarkan fakta serta bukan hikayat. Fakta-fakta sejarah yang kita temukan sendiri berbeda jauh dengan hikayat yang berkembang saat ini,” ujar Mizuar.
Sejarahwan Aceh lainnya, A Rahman Kaoy, mengatakan ada beberapa istri Iskandar Muda.
Pertama, kata A Rahman Kaoy, adalah Putri Sani, anak dari Daeng Mansur, seorang Raja Bugis.
Kedua, kata A Rahman Kaoy, adalah Putri Asiah dari Bireuen. Kelak anak dari Putri Asiah menjadi raja di Tanjung Balai, Asahan.
Ketiga adalah Putri Kamaliah dari Pahang. Ke empat adalah Putri Hijau dari Takengon. Terakhir putri dari Afrika.
“untuk putri dari Afrika, bukan permaisuri tapi selir,” ujarnya.
A Rahman Kaoy sendiri, mengaku tak bisa memastikan apakah Putroe Hijau atau Hijou dari Takengon adalah Puteri Sendi Ratna Indra atau bukan. []

Sumber: Mediaaceh.co