KATA
PENGANTAR
Syukur
Allhamdulillah, puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana
dengan kerunianya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Adat Kematian di Kabupaten Nagan
Raya (Aceh). Dimana dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu
bacaan yang bisa menambah wawasan tentang adat dan kebudayaan di Kabupaten
Nagan Raya khususnya tentang bagaiman adat kematian terhadap umat muslim di
Nagan Raya.
penulis
menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
kekurangan-kekurangan yang ada dalam makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang gunanya demi memperbaiki dimasa yang akan datang.
Banda Aceh, 02
Januari 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Aceh adalah propinsi yang terdiri dari
beberapa kabupaten kota dengan adat dan budaya yang berbeda namun ada juga yang
sama, hal ini dikarenakan masyarakat Aceh pada umumnya merupakan penganut Islam
yang taat yang tentunnya dalam pelaksanaan adat maupun budaya tidak terlepas
dari norma-norma dalam Islam. Seperti hadih maja lama Aceh yang berbunyi adat dengen agama lagee zat dengen sifeut
(adat dan agama Islam seperti zat dan sifat, tidak dapat dipisahkan lagi). Walaupun
zaman dan kekuasaan berganti namun kebaikan adat dan reusam yang telah teruji
evektivitasnya dalam kehidupan masyarakat Aceh tidak tidak mungkin terganti
walaupun mengalami perubahan seiring berkembangnya zaman. Sebut saja adat dan
reusam seperti Khanduri Udep dan khanduri mate. Khanduri udep seperti pesta
perkawinan, khanduri blang, khanduri laot. Sedangkan khanduri mate meliputi khanduri
seunujoeh dan sterusnya.
Namun dalam kajian makalah ini hanya
berpusat pada adat dan reusam pada khanduri mate atau adat kematian terhadap
umat muslim yang ada di kabupaten Nagan Raya. Seperti halnya kebiasaan umat
islam ketika salah seorang muslim meninggal dari pihak keluarga akan melakukan beberapa
kebiasaan seperti pemberitahuan tentang kematian, persiapan jenazah
(memandikan, mengafankan, menshalatkan dan menguburkan), takziah, dan khanduri
orang mati termasuk khanduri pula bate (menanam batu kuburan atau batu nisan). Dalam
pelaksanaannya masyarakat melaksanakannya menurut tradisi atau adat yang
berlaku di daerahnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Adat
Kematian di Nagan Raya
Sesuai dengan ajaran agama silam
masyarakat Aceh meyakini bahwa mati adalah suatu keniscayaan bagi setiap
makhluk hidup. Setiap manusia yang diciptakan di dunia pasti akan dipanggil
kembali oleh tuhan untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan selama hidup
di dunia. Karena itu setiap mendengar orang meninggal dunia, orang akan
menyebutkan Innalillahi wa innalillahi
rajiun yang artinya milik Allah akan kembali kepada Allah. Setelah mati, juga dipercayai bahwa suatu ketika orang itu
akan dihidupkan kembali di alam baqa sampai tibanya hari akhirat, dimana setiap
manusia akan di adili. Atas dasar inilah maka peristiwa kamatian dipandang oleh
masyarakat sebagai suatu yang sangat penting. Oleh karena itu sesuai dengan
keyakinan dan kebiasaan masyarakat apabila ada orang yang meninggal maka mayatnya harus dimandikan, dikafankan,
dan di kuburkan. Selain itu ada juga khanduri, seperti takziah, tahlil, membaca
Al-qu’an, berdoa dan pula bate.
B. Pemberitahuan
Adanya Kematian (Seuneutot)
Apabila seorang warga masyarakat
meninggal dunia yang biasa disebut ka geutinggai
geutanyoe atau ka geuwoe bak tuhan.
Bagi keluarga yang di tinggalkan akan menyeruh orang untuk memberitahukan hal
itu kepada famili yang lainnya serta kepala desa dan teungku imum meulasah atau
teungku sagoe.
Pemberitahuan
tentang kematian kepada warga biasanya dilakukan oleh kepala desa yang
ditugaskan orang untuk membunyikan tambo. Sehingga orang yang mendengarnya akan
mengetahui bahwa di desanya ada yang meninggal dunia. Dengan demikian warga
bisa datang untuk membantu mempersiapkan apa yang diperlukan di rumah duka.
Sedangkan untuk memberitahukan kepada sanak familinya yang jauh darinya
diperintahkan orang untuk memberitahukannya atau sering disebut seunueutot. Selama
poses seuneutot ini berlangsung Teungku Imum beserta warga lainnya mengurus jenazah dan
mempersiapkan tempat atau membersihkan rumah duka tersebut.
C. Mengurus
Jenazah
Kegitan mengurus jenazah meliputi memandikan,
mengafankan, menyembahyangkan dan menguburkan orang mati tersebut. Hal ini
sudah menjadi kewajiban bagi setiap penduduk setempat. Mempersiapkan penguburan
dilakukan bersama oleh pihak keluarga dengan masyarakat desa, seperti
menyiapkan kuburan, kain kafan dan keperlauan lainnya. Pihak masyarakat
mempersiapkan peralatan untuk menggali kuburan dan segala sesuatunya yang
menyangkut pemakaman. Sedangkan pihak wali daripada mayat akan membawakan kasur
tempat dibaringkan mayat tersebut atau sering disebut tilam guloeng, membuat
keranda, menyiapkan alat-alat unruk memandikan jenazah dan lain-lain.
Memandikan
jenazah menurut ajaran islam, yaitu menyucikan dari segala hadast. Untuk
memandikan jenzah disediakan alat-alat khusus seperti batang pisang, sugi,
mandam berbalut kain hitam, serta bunga dan daun-daun tertentu untuk pewangi.
Pemandian jenazah dipimpin oleh teungku imum dan dilaksanakan oleh anak atau
keluarga orang mati serta di bantu oleh beberapa orang tua kampong.
Mengafankan
jenazah, juga dilakukan menurut hukum islam yaitu membalut dengan kain putih,
menutup segala lubang dengan kapas serta memberikan wangi-wangian. Selesai di
kafankan lalu dimasukkan kedalam keranda dan disembahyangkan secara berjamaah,
kemudian baru diusung kekuburan. Waktu jenazah ditirunkan dari rumah, berhenti
sejenak di dekat tangga rumah untuk acara peubreuh
pade, dan pada waktu itu para ahlul bait menyampaikan sedikit kata sambutan,
antara lain meminta maaf kepada hadirin atas kesalahan-kesalahan orang yang
meninggal itu semasa hidupnya. Setelah itu jenazah yang telah dimasukkan
kedalam kerenda diusung menuju ke kuburan oleh anak atau keluarganya.
Penguburan
jenazah (seumiyup atau teumanom),
biasanya dilakukan di perkuburan umum namun ada juga di perkuburan sendiri yang
disebut bhom. Penguburan diakhiri
dengan membaca doa bersama yang dipimpin oleh tengku. Kepada tengku diberikan
sedekah seihklasnya dan ada juga yang memberikan kepada orang yang melaksanakan
penguburan sebagai pernyataan terimakasih dari pihak kelurga kepada yang telah
membantu dalam proses penguburan.
D. Takziah
Takziah yaitu berkunjung kerumah
duka, biasanya pada malam hari untuk membaca berdoa dan membaca Al-qur’an.
Takziah resmi biasanya pada tiga malam berturut-turut sejak mayat dikuburkan.
Selanjutnya takziah biasa. Dalam takziah resmi, kepada mareka yang membaca
Al-qur’an, samadiah, tahlil, dan berdoa. Pada takziah biasa biasanya orang
membawa bungong jaroe berupa beras, kelapa, kue-kue, gula, kopi, uang dan
lain-lain.
E. Khanduri
Khanduri pada setiap kematian merupakan kebiasaan yang
telah lama sekali dilakukan oleh masyarakat. Bagi masyarakat Nagan Raya waktu
penyelengaraan khanduri itu dilaksanakan dari malam pertama sampai malam
keutujuh (dari uroe neuren sampe
seunujoeh) seterusnya pada malam ke-40 dan malam-44. Pada malam pertama
sampai dengan ketujuh itu dipusatkan pada malam ke-3,ke-5 dan ke-7. Dan sebelum
sampai malam ke-40 biasanya diadakan khanduri pada malam puluhan seperti malam
ke-10, ke-20, dan ke-30 yang tidak terlalu besar atau sering disebut khanduri bak atet. Khanduri dari hari
pertama hingga ke tujuh biasanya dilakukan agak besar (ada yang menyembelih
kambing dan kerbau pada keluarga yang mampu) karena pada waktu itu baca
Al-qur’an, tahli, samadiah, dan berdoa diadakan di rumah duka. Dan pada hari
ke-40 juga demikian biasanya dibeberapa daerah diadakan zikirullah, dan rapaie
tuha. Sedangkan pada malam ke-44 itu diadakan khanduri pula bate (menanam batu nisan di kuburan). Besar kecil khanduri
tersebut tergantung sama keluarga yang ditinggalkan.
Untuk menghormati orang yang sudah tiada setelah proses
44 hari berlangsung dari hari pertama orang meninggal, maka setiap hari besar
seperti megang, akan diadakan khaduri kecil atau khanduri saboeh talam untuk almarhum. Dan pada lebaran baik itu
hari raya Idul Fittri maupu Idul Adha akan diadakan ziarah kepemakan. Ada juga
dibeberapa tempat ada khanduri besar yang
melibatkankan seluruh keluarga yang ada sanak saudaranya di kuburan
tersebut untuk melakukan khaduri dikuburan yang dilakukan pada hari ke-2 atau
ke-3 setelah hari raya yang sering disebut jak
bak kubu atau khanduri jeurat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adat dan reusam terhadap kematian
merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat. Atas dasar
keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati atau hidup kembali di alam baqa di
hari akhirat kelak, dimana setiap manusia akan diadili. Maka peristiwa kematian
dipandang oleh masyarakat khususnya di Kabupaten Nagan Raya sebagai suatu yang
sangat penting. Dan sesuai ajaran agama Islam orang mati akan dimandikan,
dikafankan, dishalatkan dan dikuburkan. Walaupun dalam pelaksanaanya masyarakat
melakukan menurut tradisi atau adat yang berlaku dalam masyarakat. Yang
tentunya tidak bertentangan dengan hukum agama.
DAFTAR PUSTAKA
Darwis
A. Soelaiman. 2011. Komplikasi Adat Aceh.
Pusat Studi Melayu Aceh (PUSMA). Banda Aceh