Sumber foto:banjarwangi.com |
Dilansir dari arrahmahnews.com, Arab Saudi, negara penjaga dua tempat suci dan negara yang paling dibanggakan umat muslim dunia dikatakan bukan negara Islam, tetapi negara penjual Islam. Benarkan demikian, biar pembaca sendiri yang menyimpulkan. Waallahua'alambissawab..!
Berikut ulasannya, Salah satu kehebatan
negara Saudi adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan
negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan
Sunnah. Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat
hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi
oleh kaum Muslim dari penjuru dunia.
Saudi juga terkesan
banyak memberikan bantuan kepada kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam
untuk mencitrakan mereka sebagai pelayan umat dan penjaga dua masjid suci
(Khadim al-Haramain). Akan tetapi, citra seperti ini semakin pudar mengingat
sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan AS
yang mengorbankan (nyawa, harta dan negara) kaum Muslim.
Orang-orang awam selama
ini menjadi korban dari berita-berita penipuan yang sengaja disebarkan oleh
para pemuja Kerajaan Arab Saudi. Kaum Muslimin lupa, bahwa yang menjadi
penguasa Makkah dan Madinah saat ini adalah Keluarga Kerajaan (Aly
Saud) yang mengusung paham Khawarij dan Mujasim, bukan Ahlussunnah.
Karena paham Ahlussunnah
wal jama’ah tidak pernah menghalalkan pengkafiran, pembid’ahan, pemusyrikan dan
penghalalan darah serta harta kaum muslimin. Hal ini justru menjadi ciri khas
kaum Wahabi Takfiri atau yang di zaman ini sebagai perwujudan kaum Khawarij dan
Mujasim modern. Jargon mereka yang terkenal adalah “Kembali kepada Quran dan
Sunnah“ maksudnya adalah kembali kepada pemahaman Quran dan Sunnah ala mereka,
bukan ala Nabi Saw, para sahabatnya yang mulia dan para ulama salafus shalih.
Siapa pun yang menguasai
Makkah dan Madinah sudah pasti mereka akan memelihara dan menjaga dua kota suci
tersebut. Sudah sedari dulu, siapa pun penguasanya mereka pasti akan selalu
membantu negara-negara Muslim lainnya. Tetapi yang sangat aneh, mengapa
Kerajaan Arab Saudi tidak pernah memberi bantuan kepada Palestina? Bahkan
mereka malah bermanis-ria dengan Zionis dalam pertemuan-pertemua
rahasia, Apakah ini yang dikatakan negara Islam yang menjalankan al-Quran
dan as-Sunnah?
Setelah kekalahan telak
yang dialami pasukan Muhammad ibn Sa’ud oleh pasukan Islam dari kekhalifahan
Turki Utsmani pada tahun 1815. Muhammad ibn Sa’ud beserta beberapa anggota
kelurganya di tawan dan di bawa ke kota Kairo dan kemudian dipindahkan ke
Konstantinopel ibukota kekhalifahan Turki Utsmani. Muhammad ibn Sa’ud dan
anggota keluarganya di arak untuk dipertontonkan kepada kaum muslimin bahwa ia
adalah otak dari pemberontakan sekaligus Dajjal yang telah membunuhi ribuan
kaum muslimin yang tidak berdosa di jazirah Arab. Kemudian kepalanya dipenggal
dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan kaum muslimin yang marah karena
ulahnya. Sedangkan sisa-sisa keluarganya di penjara di kota Kairo.
Kurang lebih 87 tahun
kemudian, pada tahun 1902 cucunya Muhammad ibn Sa’ud yang bernama Abdul Aziz
bin Abdurrahman ibn Sa’ud yang kabur ke Turki memulai kembali usaha untuk mengembalikan
kejayaan Klan Sa’ud yang pernah dirintis oleh kakeknya. Dengan bantuan Klan
As-Sabah di Kuwait dan campur tangan Inggris akhirnya mereka mulai melakukan
invasi berdarahnya kembali. Pada tahun 1953 Ibnu Sa’ud mati dan digantikan oleh
Raja Sa’ud dan kemudian Raja Faisal.
Rajutan cinta yang
dahulu terputus dengan kerajaan Inggris akhirnya bersemi kembali. Hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa perjanjian atau traktat dengan pihak kerajaan
Inggris melalui beberapa surat yang dikirimkan oleh pemimpin Salafi Wahabi pada
tanggal 13 Juni 1913 kepada wakil Inggris Percy Cox sebagai berikut :
وبالنظر إلى مشاعرى
الودية تجاهكم أودّ أن تكن علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين
اسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى وبينكم
“Dan
dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku
dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian
dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap
terjalin (baik) antara aku dengan kalian “
Dalam Muktamar al-Aqir
tahun 1927 M / 1341 H di distrik Ahsaa telah ditanda tangani sebuah perjanjian
resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan
itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi yang berbunyi :
… أقرّ وأعترف ألف مرة
للسّير برسى كوسى مندوب بريطانيا العظمى لامانع عندى من إعطاء فلسطين لليهود أو
غيرهم كما تراه بريطانيا التى لا أخرج عن رأيها حتى تصيح الساعة
“ Aku berikrar dan mengakui 1000 kali
kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama
sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai
dengan keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keiginan Inggris
sampai hari kiamat “
Bahkan ketika pecah
perang yang dilancarkan Israel pada bulan Juni 1967 kepada sebagian
negara-negara Arab dengan dukungan Amerika dan Eropa barat, pemimpin Wahabi
baru datang dari negara-negara Barat itu menyampaikan pidato pada tanggal 6
Juni sebagai berikut :
ايها الإ خوان لقد جئتكم من عند إخوان لكم فى أمريكا وبريطانيا وأو روبا تحبونهم ويحبوننا
“Wahai
saudara-saudaraku, aku (baru saja) datang dari saudara-saudara kalian di
Amerika, Britania, dan Eropa. Kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai
kalian “
Kemudian pada tahun
1969, saat diwawancarai koran Washington Post, pimpinan Wahabi mengakui adanya
kedekatan khusus dengan kaum Zionis Israel, lalu berkata :
إننا واليهود إبناء عم
خلص, ولن ترضى بقذفهم فى البحر كما يقول البعض, بل نريد التعايش معهم بسلام
“Sesungguhnya
kami dengan bangsa Yahudi adalah sepupu. Kami tidak akan rela melemparkan
mereka ke laut sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, melainkan kami
ingin hidup bersama mereka dengan penuh kedamaian “
Para peneliti sejarah
aliran Wahabiyah telah membuktikan bahwa untuk memurnikan tauhid hanyalah
sebuah slogan yang dibentuk atas perintah langsung kementrian Urusan Penjajahan
Kerajaan Inggris. Setelah mendapatkan kaum muslimin yang dapat dijadikan
sebagai boneka-boneka bodohnya, kemudian konspirasi penjajah Eropa Yahudi
mengirimkan berbagai keperluan operasional, logistik, tentara bayaran dan
istruktur-instruktur tentara bayaran yang disupport sepenuhnya oleh kekuatan
sekutu untuk mendukung gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dan
Muhammad ibnu Abdil Wahhab dalam melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan
Turki Ottoman yang sah dengan impian tingginya untuk mendirikan Haikal Sulaiman
di tanah al-Haramain.
Gilanya lagi, setelah
tertangkap basah dan terekam secara sah oleh sejarah dan zaman, mereka masih
membela diri dengan berkata : “Kami memberontak karena kekhalifahan Turki
Ottoman sudah korup, banyak kemaksiatan yang terjadi, negara sudah tidak
stabil” dan banyak ucapan lainnya yang mereka buat untuk menghalalkan sesuatu
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan logika sederhananya
adalah, apabila dikarenakan kekhalifahan Turki Ottoman sedemikian carut
marutnya sehingga halal memberontak, maka lebih halal pula memberontak di
kerajaan Saudi Arabia sekarang. Karena keadaan negara mereka yang dipenuhi
dengan sejarah pembunuhan, pembantaian, siksaan terhadap para ulama, bayi dan
ibunya disembelih ketika digendong, sebagaimana yang terekam dengan baik dalam
kitab-kitab sejarah Islam.
Gerakan Wahabi yang
didanai oleh Inggris dan Yahudi ini banyak memaksa kaum muslimin untuk menjadi
tentara mereka. Ada sebuah camp tempat pelatihan yang dinamakan dengan Hajar
al-Arkawiyah di mana para intruktur militer dari negara Inggris melatih daya
tempur mereka dan menancapkan doktrin pada para pengikutnya, bahwa siapa pun
orang Islam yang tidak bermazhab Wahabi adalah kafir dan halal darahnya.
Padahal orang-orang
Inggris ini pun tidak semazhab dengan mereka, tidak se-tauhid dengan mereka,
bahkan mereka benar-benar kafir mutlak tetapi mana berani para Wahabi
menganggapnya kafir dan menghalalkan darah mereka? Mereka lebih mencintai
orang-orang Inggris yang memperbudak mereka, dan lebih membenci kaum musimin
yang berbeda dengan mereka. Padahal Iblis saja tidak pernah menaruh rasa benci
sebesar ini terhadap umatnya Nabi Saw.
Mereka yang sudah
digembleng menjadi tentara pembunuh menjadi hilang rasa kemanusiaannya, dan
berubah total menjadi mesin pembunuh yang sadis dan paling biadab, mirip dengan
tentara Hulagu Khan atau yang menghabisi kekhalifah Dinasti Abbasiyah secara
keji dan biadab atau mirip dengan tentara Serbia yang membantai ratusan ribu
warga muslim di Bosnia Herzegovina.
Untuk mengelabui kaum
muslimin di masa yang akan datang mereka memberikan identitas kepada para
pembunuh dan tentara bayarannya sebagai berikut :
- Mereka
menamakan mesin perangnya dengan sebutan al-Ikhwan
- Mereka
menamakan peperangannya dengan sebutan Jihad
- Mereka
menamakan penyerbuannya dengan sebutan Ghazawat
- Mereka
menamakan kemenangannya dengan sebutan Futuhat
- Mereka
menamakan prajuritnya yang mati dengan sebutan Syuhada
- Menamakan
musuhnya dari kaum muslimin dengan nama kaum kafir
Lihatlah pengelabuan dan
pemutarbalikkan fakta yang mereka lakukan terhadap syariat dan kaum muslimin
saat ini. Benar-benar sempurna kelicikan dan tipu daya mereka ini. Semoga
laknat Rasul-Nya abadi bagi mereka. Sekte terlicik di muka bumi ini kemudian menutupi
kebejatan serta kebiadaban mereka dengan menisbatkan mazhabnya kepada Imam
Ahmad bin Hanbal, sehingga sebagian para kyai dan ulama yang tidak menyelami
mazhab Imam Ahmad pun mengamini dan mengimaninya. Terlebih masyarakat awam yang
pengetahuannya sangat dangkal.
Padahal dakwah yang
dijalankan oleh Wahabi dan pengikutnya ini merupakan kedok untuk menutupi
jaringan konspirasi dan kerja sama busuk mereka dengan kaum penjajah Eropa yang
membawa sekalian dendam kesumat atas kekalahan mereka di perang Salib lalu.
Karena untuk membantai kaum muslimin secara langsung dengan tangan mereka tidak
mungkin, maka mereka menggunakan boneka-bonekanya yang bodoh dan dungu ini
dengan dalil “Ijtihad“, yang benar ijtihadnya mendapatkan pahala dua, dan yang
salah mendapatkan pahala satu. Jadi bagi kaum Salafi Wahabi ini, membunuh kaum
muslimin akan mendapatkan pahala karena berdasarkan ijtihad ulama mereka
katanya.
Lebih ekstremnya lagi,
ketika mereka sudah merasa kuat (dengan dukungan pemerintah dan sebagian partai
politik), maka propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan tak
jarang sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah seperti mesjid,
mushalla, majlis ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis kumpulan
pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di rumah-rumah.
Akibatnya, tanpa
disadari mereka sudah menguasai berbagai sarana kegiatan dakwah di beberapa
komplek perumahan, dan telah merebut anggota jama’ah pengajian para ustad di
wilayah setempat, yang berbuntut pada terganggunya hubungan silaturrahmi antara
anggota jama’ah tersebut.
Tidak sampai di sana
saja, bahkan mereka pun membuat gerakan pengajian ibu-ibu yang dinamakan “ Liqa
“. Yang menurut sumber yang paling shahih berada dalam garis manajemen Partai
Keadilan Sosial (PKS). Mereka mendakwahkan kepada para ibu-ibu untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara yang berbasis khilafah, bukan UUD dan Pancasila.
Kemudian lambat-laun mereka mulai memasuki ranah khilafiyah seperti Yasinan,
Tahlilan, Ziarah Kubur, Istighatsah, Shalawatan, Maulid Nabi dan hal-hal yang
selama ini mereka anggap pelakunya adalah ahli neraka.
Jadi bagaimana kita bisa
mengatakan gerakan ini adalah gerakan pemersatu umat dan bangsa ? Mereka adalah
gerakan aktif yang akan melumatkan apa pun yang mereka anggap tidak sejalan
dengan batok kepala mereka. Mereka adalah pemecah belah umat berdasarkan kajian
historis dan analisis hadits.
Secara resmi negara
Saudi ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September 1932.
Pada saat itulah, tahun 1932 Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al’Arabiyah
as-Su’udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya,
menguasai Riyadh, Nejd, Hasa, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil
mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.
Sejak awal, Dinasti
Sa’ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide
Wahabi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian
dikenal dengan gerakan Wahabi. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi
dinasti Sa’ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Utsmaniyah. (Jadi
jelaslah, bahwa Kerajaan Saudi Arabia yang dirajai oleh Abdul Aziz dan
keturunannya sampai sekarang tidak pernah mengadopsi paham Ahlussunah wal
jama’ah yang dibawa oleh para imam mazhab, bahkan mereka mengkafirkan seluruh
imam mazhab dan penganutnya).
Hanya saja, keberhasilan
Dinasti Sa’ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk
memerangi pemerintahan Khilafah Islamiyah. Sekitar tahun 1792-1810, dengan
bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini
membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk memadamkan
pemberontakan ini.
Fase pertama,
pemberontakan Dinasti Sa’ud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah
berhasil merebut kota ad-Diriyah. Pada tahun 1902, ketika kekuatan Khalifah
Islamiyah melemah, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan bantuan
Inggris.
Pada tahun 1916, Abdul
Aziz menerima 1300 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga
berunding untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy
Cox, utusan Inggris. Percy Cox mengambil pensil dan kertas kemudian menentukan
(baca : memecah belah) perbatasan negeri tersebut.
Tidak hanya itu, Inggris
pun membantu Ibnu Sa’ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku
dari Nejd). Suku ini menyalahkan Ibnu Sa’ud yang dianggap terlalu menerima
inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, angkatan Udara Inggris dan pasukan Ibnu
Sa’ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerja sama mereka yang sangat erat,
Inggris memberi gelar kebangsawanaan “Sir“ untuk Abdul Aziz bin Abdurrahman.
Adapun persahabatan
Saudi dengan AS diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada
29 Mei 1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60
tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada
tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi.
Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif
berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS menggambarkan daerah
tersebut sebagai “Sumber yang menakjubkan dari kekuatan strategi dan hadiah
yang terbesar dalam sejarah duni”.
Untuk kepentingan
minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai
Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan
pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara
tersebut menjadi “budak“ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS
memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $100 juta dolar. Tidak hanya itu, AS
juga terlibat langsung dalam “membangun“ Saudi menjadi negara modern, antara
lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan
kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja,
utang ini kemudian semakin menjerat Saudi sampai sekarang.
Konsesi lain dari
persahabatan Saudi-AS adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh
AS pada tahun 1943 yang hebatnya hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan
Udara Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di
Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategi AS,
terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. Penguasa
Kerajaan Saudi dengan “ sukarela “ membiarkan wilayahnya dijadikan basis AS
untuk membunuhi sesama Muslim. AS pun kemudian sangat senang dengan kondisi
ini.
Kerajaan Arab Saudi
sebagai trah Zionis Yahudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis
maupun ekonomis dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke
Afganistan dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk
membuktikan kesetiaannya itu, Saudi pada tanggal 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa
aparat keamanan- nya telah menahan enam orang warga negaranya dan seorang warga
Sudan yang di dakwa menjadi angota al-Qaeda. Tujuh orang itu didakwa berencana
untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan rudal SAM-7.
Masih dalam rangka
kampanye AS ini, Saudi menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum,
antara lain lewat iklan bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang anti
terorisme “ (K.Com, Newsweek, 03/05/2002). (Padahal seluruh dalang penjajahan
dan teror di tanah Arab seperti di Iraq, Libya, Mesir dan Suriah adalah
Arab Saudi dan AS).
Penguasa Saudi juga
dikenal kejam terhadap kelompok-kelompok Islam yang meng- kritisi kekuasaannya.
Banyak ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya karena mengkritik
keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, tingkah
polah keluarga kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat menyakitkan hati
umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat yang sama mereka
membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita akibat tindakan AS yang
terus menerus dijadikan Saudi sebagai mitra dekat.
Benarkah Saudi merupakan
negara Islam? Jawabannya “Tidak sama sekali“ Apa yang dilakukan oleh negara ini
justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain :
Pertama, berkaitan dengan
sistem pemerintahan, dalam pasal 5.a Konstitusi Saudi ditulis : Pemerintah yang
berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam sistem Kerajaan berarti
kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang berhak membuat hukum.
Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah,
dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum (bukan
al-Quran dan as-Sunnah). Sementara itu, dalam Islam bentuk negara adalah
Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah Swt, rasul-Nya dan
orang-orang yang berilmu (para ulama).
Kedua, dalam sistem
Kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya, biasanya adalah
anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5.c : Raja
memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun
mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan
kibijakan AS. Sementara itu, dalam Islam, Khalifah di pilih oleh rakyat secara
sukarela dan penuh keridhaan.
Ketiga, dalam bidang
ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini
tampak nyata dari diperbolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun
internasional di negara itu. Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank
“ribawi“ di Saudi seperti “ The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan
Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1
undang-undang Saudi yang dikeluar- kan oleh Raja (no.M/5 1386 H).
Keempat, demi alasan
keamanan keluarga kerajaan, pihak kerajaan Saudi Arabia telah menghabiskan 72
miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini lebih dari
5000 personel militer AS tinggal di Saudi. Sungguh sangat berakal dan beradab
membiarkan musuh-musuh Islam berkonspirasi di negaranya, sedangkan banyak hal
yang dapat dilakukan untuk Palestina, Irak, Suriah, Libya, Afganistan dengan 72
miliar dollar, hal ini dilakukan oleh Kerajaan Saudi karena lebih mencintai
Amerika dan musuh-musuh Islam daripada mencintai negara muslim.
Apa yang terjadi di
Saudi ini hanyalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh para
penguasa Muslim-Yahudi yang melakukan pengkhianatan kepada umat. Tidak jarang
para pengkhianat umat ini menamakan rezim mereka dengan sebutan negara Islam,
negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, meskipun pada praktiknya jauh
dari Islam.
Begitu juga para partai
pendukungnya akan melakukan iklan agamis yang sama : partai yang bersih
walaupun tidak bersih, partai yang jujur walaupun isinya para penipu dan
koruptor, partai yang agamis walaupun sebenarnya tidak paham agama, dan banyak
lagi slogan-slogan yang mencitrakan kebaikan itu hanya berada pada partai
mereka. Kenalilah bahwa sesungguhnya partai-partai seperti ini justru menjadi
partai pembohong dan pendu- kung abadi musuh-musuh Islam.
Sesungguhnya kebenaran
itu tidak datang dalam seketika, tetapi ketika kebenaran itu datang sikapilah
dengan kesadaran, kedinamisan akal sehat anda, dan tanyalah kepada hati nurani
terdalam, apakah pantas partai yang mengatasnamakan Islam mendukung musuh-musuh
abadi Islam?
Tidaklah akal seseorang
itu tercerahkan setelah datangnya cahaya hidayah. Sedangkan penolakan terhadap
cahaya hidayah merupakan pengingkaran terhadap pemberi hidayah itu sendiri.
Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali menghadapi dan menghancur- kan
musuh-musuh Islam, baik yang tersurat ataupun yang tersirat dengan segala
bentuk potensi yang diberikan Allah Swt kepada kita semua.
Jelas sekali bahwa
gerakan Zionisme Internasional mengerahkan segenap daya dan kekuatannya begitu
juga pendukungnya untuk menumpas umat Islam, pemilik bumi yang kaya dengan
sumber alam. Dengan segala cara, Zionisme berusaha mengeksploitasi kekayaan
alam negara Islam. Mereka menyebarkan pemikirannya yang dapat memalingkan umat
muslim dari pilar-pilar kekuatannya. Mereka pun menimbulkan perpecahan dalam
barisan umat Islam.
Musuh-musuh Islam
melakukan berbagai tindakan batil dalam seluruh aspek kehidupan. Telah beredar
mata uang Zionis yang dicetak dengan gambar menara Israel dan peta Israel Raya.
Peta itu meliputi Lebanon, Yordania, dua pertiga wilayah Suriah, tiga perempat
wilayah Irak, dan seperempat wilayah Saudi Arabia, bahkan sampai ke Madinah dan
Makkah. Kalaulah kita sedikit cermat mengamatinya, bukankah daerah-daerah
tersebut yang sekarang sedang diperebutkan dan berusaha dikuasai oleh ISIS?
Semua dunia
mengetahuinya, bahwa ISIS adalah teroris yang berkedok agamis dengan akidah
Wahabi dibelakangnya. PBB pula yang menyerukan kepada kerajaan Saudi Arabia
untuk menarik mundur 20.000 tentara bayarannya dari Suriah dan Irak. Jadi
jelaslah, bahwa ISIS yang berakidah Wahabi adalah kaki tangan Zionis Israel
yang dibiayai oleh kerajaan Saudi Arabia.
Kaum Zionis harus
menyadari bahwa mereka sedang mengemis untuk mendapatkan bumi yang telah dijaga
kaum muslimin selama 14 abad. Kaum muslimin tidak akan pernah berhenti untuk
merebutnya kembali meskipun pihak yahudi melancarkan serangan demi serangan
dengan hebatnya.
Zionis menulis kalimat
Lailaaha illallah di celana dalam, menulis- kan lafdzul Jalalah di alas kaki,
dan mencetak surat awal Maryam di kertas pembungkus barang-barang belanjaan.
Hal ini bukanlah kebodohan baru yang dilakukan Yahudi sepanjang sejarahnya.
Semua itu karena dorongan dendam terhadap kaum muslimin dan bangsa Arab yang
dalam kurun waktu sejarah lalu justru telah melindungi mereka dan memperlakukan
mereka dengan baik.
Di Palestina dewasa ini
orang-orang Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah, berbagai
peninggalan kehidupan masa silam, dan warisan kebudayaan yang tidak ternilai.
Sebagaimana ISIS pun melakukan penghancuran terhadap kota-kota kuno, bangunan
dan artefak bersejarah yang berasal dari ribuan tahun yang lalu atas perintah
Yahudi. Mereka pun menghancurkan pusat-pusat informasi dan membakar kepustakaan
langka.
Hal yang sama pula
dilakukan oleh kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1924 untuk membakar
perpustakaan terutama perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makkah al-Mukarramah di
mana mereka membakar kurang lebih 60.000 kitab-kitab langka dan sekitar 40.000
yang masih berupa manuskrip yang sebagiannya merupakan hasil diktean sahabat
dari baginda Nabi Saw.
Di antara buku-buku itu
masih ada yang berupa kulit kijang, tulang belulang, pelepah kurma, pahatan dan
lempengan-lempengan tanah. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun
menyerang perpustakaan yang berada di Hadramaut Yaman dan mem- bakar
seluruh kitab yang berada di perpustakaan itu.
Tindakan ini dilakukan
karena merasa tersudut oleh sejarah dan tidak berkutik oleh fakta-fakta yang
terdapat di dalam buku-buku sejarah. Bangsa Yahudi terdorong melakukan semuanya
itu semata-mata karena kedengkian terhadap Islam, kemurkaan terhadap segenap
pemeluknya, dan berkeingnan melukai tubuh dan perasaan mereka.
Sumber: arrahmahnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar